Categorized | Ekonomi
Home » Ekonomi » Contoh Makalah Ekonomi Internasional
Contoh Makalah Ekonomi Internasional
Posted on 21 December 2010.
ARTI DAN TUJUAN KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Arti Kerja Sama Ekonomi Internasional
Perdagangan internasional, yaitu kegiatan perdagangan barang dan jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk di negara lain. Sebagian orang menganggap bahwa perdagangan internasional identik dengan kerja sama ekonomi internasional atau hubungan ekonomi intemasional. Hal ini sebetulnya keliru. Pengertian kerja sama ekonomi internasional jauh lebih luas dari sekadar perdagangan internasional. Lebih jelas, kerja sama ekonomi internasional mencakup hal-hal berikut:
a. Perdagangan internasional. Perdagangan internasional (ekspor-impor) berlaku untuk barang maupun jasa, seperti barang konsumsi dan bahan baku, maupun seperti jasa tenaga ahli dan konsultan.
b. Pertukaran sarana atau faktor-faktor produksi, terutama untuk sarana dan prasarana produksi yang mudah bergerak seperti tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, teknologi, dan modal.
c. Hubungan utang-piutang, yang timbal karena adanya dua kegiatan di atas. Perdagangan internasional dan pembayaran atas sarana dan prasarana produksi, umumnya tidak dilakukan secara tunai, melainkan dengan sistem kredit. lb yang menyebabkan adanya hubungan utang-piutang. Dapat disimpulkan bahwa kerja sama ekonomi internasional adalah kerja sama ekonomi yang timbal karena perdagangan internasional, pertukaran sarana
d. prasarana produksi, dan hubungan utang-piutang yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk dari negara-negara lain.
Tujuan Kerja Sama Ekonomi Internasional
Sekarang, hampir tidak ada negara yang tidak melakukan kerja sama ekonomi dengan negara lain. Tiap negara saling membutuhkan, baik untuk tujuan per- dagangan, pertukaran sarana dan prasarana produksi, maupun utang-piutang. Negara-negara maju memerlukan bahan baku dan kekayaan tlam dari negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang membutuhkan mesin-mesin dan peralatan, modal, dan teknologi dari negara-negara maju. Untuk itulah perlu dilakukan kerja sama ekonomi.
Bentuk Awal Kerja Sama Ekonomi Internasional
- Sebenarnya, kerja sama ekonomi internasional dan globalisasi bukanlah barang baru. Berikut adalah takta-fakta tentang awal kerja sama internasional terjadi di muka bumi.
- Pada abad ke-8 hingga 15 para Pedagang Arab melakukan kontak dagang dengan negara-negara yang didatanginya, untuk sekaligus menyebarkan agama Islam.
- Pada abad ke-14 Malaka menjadi pelabuhan dagang yang menarik banyak pedagang dari banyak tempat di Asia dan Afrika. Di jalanan kola Malaka sekitar 84 bahasa digunakan. Malaka menjadi pusat dagang dan budaya multietnis. menyamai New York, Los Angeles, atau Hong Kong saat ini.
- Antara tahun 1405 dan 1433, Cheng Ho, atau Admiral Zheng He, mengepalai tujuh pelayaran yang meliputi 62 kapal besar untuk melakukan perdagangan maritim ke negara.negara di Asia Tenggara, India, Teluk Persia, Lout Merah, Semenanjung Arab. hingga pantai Afrika Timur dan Kilwa di Tanzania.
- Bangsa Eropa tertarik menemukan sumber rempah-rempah di Timur Jauh. lni membawa mereka mendatangi Malaka, bahkan kemudian merebutnya. Inilah yang mengawali penjajahan bangsa Eropa di Asia. Sumber: Microsoft Encarta
Kerja sama ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang haruslah saling menguntungkan. Misalnya, negara-negara maju memberi pinjaman modal kepada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemudian, modal tersebut, misalnya, diinvestasikan untuk membuka kebun-kebun karet. Dengan dibukanya kebun-kebun karet, pendapatan petani karet makin naik. Lapangan kerja juga akan banyak terbuka. Di sisi lain negara maju juga diuntungkan, sebab karet sangat dibutuhkan oleh negara-negara maju untuk memproduksi berbagai barang, seperti ban dan sepatu. Lagi pula, dengan melimpahnya produksi karet, negara-negara maju bisa membeli produk-produk olahan karet dengan harga lebih murah.
Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka. Artinya, Indonesia bebas melakukan hubungan atau kerja sama ekonomi dengan negara mana pun, asalkan kerja sama tersebut sating menguntungkan. Hal ini perlu ditekankan sebab akhir-akhir ini banyak urusan ekonomi dicampuradukkan dengan hal-hal lain, seperti masalah politik.
Sekarang apa tujuan kerja sama ekonomi internasional? Tujuan kerja sama ekonomi internasional yang pertama adalah untuk membebaskan bangsa-bangsa di dunia dari kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Salah satu caranya dengan pemberian bantuan pendidikan. Tujuan kedua adalah untuk membebaskan bangsa-bangsa dari keterbelakangan ekonomi. Untuk itu negara-negara berkembang diberi bantuan modal, teknik, dan manajemen. Tujuan ketiga adalah untuk memajukan perdagangan, yaitu dengan membentuk badan-badan kerja sama ekonomi regional maupun multilateral. Tujuan keempat adalah untuk memajukan pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang, yang dilakukan dengan program-program seperti memberi kesempatan pada negara-negara yang sedang berkembang mengekspor barang dan jasanya, memberi kemudahan prosedur ekspor-impor, membantu promosi, serta mencarikan mitra atau rekanan usaha dari negara-negara maju.
BENTUK-BENTUK KERJA SAMA EKONOMI INTERNASIONAL
Tidak ada negara yang dapat memenuhi segala kebutuhan penduduknya sendiri. Untuk itu tiap negara perlu melakukan kerja sama dengan negara lain. Dalam rangka peningkatan kerja sama ekonomi internasional, badan- badan kerja sama ekonomi internasional pun dibentuk. Kerja sama ekonomi internasional bisa berbentuk bilateral, regional, dan multilateral.
Kerja Sama Ekonomi Bilateral
Kerja sama ekonomi bilateral adalah kerja sama ekonomi antara satu negara dan negara lain tertentu. Misalnya, kerja sama antara Indonesia dan Jepang, atau kerja sama antara Indonesia dan Amerika Serikat. Dari kedua contoh tersebut jelas bahwa kerja sama ekonomi bilateral adalah kerja sama ekonomi yang hanya melibatkan dua negara.
Kerja Sama Ekonomi Regional
Kerja sama ekonomi regional adalah kerja sama ekonomi antara beberapa negara yang terletak pada satu kawasan. Beberapa badan kerja sama ekonomi regional yang paling penting adalah sebagai berikut: ASEAN merupakan organisasi regional yang bersifat bebas dalam hal keanggotaannya. Sifat keanggotaan sepenuhnya berdasarkan kesadaran dan sukarela dari masing-masing negara. Kedudukan setiap negara anggota sederajat. Masing-masing anggota tetap berdaulat penuh serta tetap memegang identitas dan ciri khas masing- masing negara.
ASPEK EKONOMI INTERNASIONAL
Indonesia mempunyai kedudukan yang strategis di dunia ekonomi internasional. Oleh sebab itu rangkuman mengenai ekonomi internasional mempunyai peranan penting dan sangat relevan, baik dari segi deskriptif- kualitatif, segi teoritis, maupun dari segi kebijaksanaan.
Aspek deskriptif kualitatif meliputi letak geografis, perkembangan hubungan internasional (perkembangan penyebaran bangsa-bangsa Indonesia, agama Hindu, Budha, agama Islam dan terakhir perkembangan hubungan ekonomi) perkembangan perdagangan dan investasi internasional merupakan faktor-faktor yang relevan dengan Ekonomi Indonesia.
Begitu pula dari segi teoritis seperti law of comparative cost, teori kurva offer, penentuan nilai mata uang asing dan lain-lain sangat relevan dengan Ekonomi Indonesia. Kebijakan proteksi, kebijaksanaan penanaman modal asing dan konservasi sumber hanya merupakan contoh yang perlu dibicarakan dalam Ekonomi Indonesia. Cita-cita pendiri-pendiri republik. hendaknya merupakan pedoman dalam meningkatkan hubungan ekonomi internasional antara Indonesia dengan negara-negara di dunia.
PERNIKAHAN DALAM ISLAM
Blog ini ditujukan kepada semua kalangan,khususnya para pemuda/i yang ingin memahami syariat pernikahan dalam islam dan sekilas tentang hal yang bersangkutan.
Selasa, 05 April 2011
globalisasi 6
Koperasi Sebagai Lembaga Perekonomian
Posted on 20 January 2011.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun adalah memperkuat koperasi. Sejak tahun 1940-an. pendirian koperasi telah diatur dalam undangundang, direvisi, dan kemudian kembali dengan berbagai macam keputusan presiden dan aturan pemerintah. Sejak akhir tahun 1960-an, gagasan yang muncul adalah untuk membuat gerakan koperasi menjadi sebuah instrumen penting dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada tahun 1970, pemerintah membentuk organisasi desa baru yang kemudian dikenal dengan nama Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang bertugas menangani pengolahan dan pemasaran path, serta distribusi input. Program BIMAS baru yang dijalankan oleh BUUD dengan instruksi membeli padi dari petani dengan harga rendah menghilangkan kepercayaan petani terhadap program B1MAS, yang dianggap lebih memperhatikan kepentingan konsumen daripada kepentingan petani selaku produsen.
Pada tahun 1978, KUD disahkan secara resmi oleh pemerintah dan berhak menerima bantuan. Fungsi utama BUUD/KUD adalah memberikan kredit dan input pertanian kepada petani, serta mengumpulkan padi ketika panen tiba yang bekerja sama dengan BULOG. Sampai sejauh itu, terjadi peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, serta penjualan pupuk dan pestisida. Pada tahun 1980, BULOG meningkatkan peranan KUD dengan mendirikan penggilingan padi yang dilengkapi dengan alat pengering otomatis, lantai pengeringan, serta gudang pupuk dan padi. Dalam perkembangan selanjutnya, diharapkan KUD dapat menangani semua aktivitas ekonomi dan kebutuhan yang ada di pedesaan.
Koperasi resmi dipahami sebagai organisasi mandiri yang aktif secara ekonomis, yang tidak hanya terdiri dari jaringan yang terhubung secara horisontal, tetapi juga secara vertikal dengan organisasi hierarki. Upaya memperluas jangkauan kinerja koperasi ternyata belum diikuti dengan keanggotaannya. Jumlah petani yang menjadi anggota KUD masih relatif kecil. Lebih dari 17,1 juta keluarga terlibat dalam pertanian pangan, perikanan, dan peternakan, tetapi hanya 1,7 juta keluarga (10,1 %) yang menjadi anggota KUD. Di antara yang menjadi anggota ternyata tidak semua menerima layanan yang sama, bahkan sejumlah besar anggota tidak menerima layanan apa pun.
Fenomena menarik yang muncul adalah petani dengan level menengah (0,50 — 0,99 Ha) justru yang paling banyak menerima layanan KUD, yang meliputi pemberian input pertanian, bantuan selama masa tanam, dan pembelian basil panen. Pada tahun 1983, jumlah anggota yang ada lebih banyak menggunakan layanan pemberian input, sedangkan sebagian kecil lainnya menjual produknya ke KUD. Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk menjual produk ke pedagang swasta.
Manajemen KUD yang seringkali berada di tangan pedagang, pengusaha kecil, dan petani kaya menyebabkan kecilnya partisipasi petani. Kondisi ini juga mengakibatkan tidak berfungsinya KUD secara benar karena adanya mis-manajemen dan korupsi.
Ada kesenjangan yang lebar antara KUD dengan koperasi informal (organisasi yang melakukan aktivitas dalam bidang sosio-ekonomis, tetapi tidak mempunyai identitas atau struktur koperasi yang kadang-kadang juga diafiliasikan dengan NGO). Melalui Bukopin, pemerintah (departemen koperasi) berupaya membuat sebuah organisasi vertikal yang dapat menjangkau sampai ke level desa untuk berfungsi sebagai sistem pemberi kredit, jalur petnasaran untuk produk pertanian, dan sistem distribusi untuk barang-barang konsumsi.
Dalam MOA, direktur jendral tanaman pangan, peternakan, dan perikanan mempunyai layanan ekstensi sendiri sebagaimana lembaga departemen ekstensi, training, dan pendidikan pertanian (AAETE) yang bertugas mengembangkan teknologi ekstensi, memproduksi bahan-bahan ekstensi, mengatur pendidikan pertanian di sekolah, dan memberikan training untuk layanan. yang lain. Operasionalisasinya, tiap pusat ekstensi pedesaan (REC) terletak di kota kecamatan dengan pekerja level menengah (PPM), level lapangan (PPL), dan level kabupaten yang terdapat sejumlah spesialis (PPS). Karakteristik organisasi tersebut sangat tersentralisasi, yang dalam hal ini para pekerja lapangan diwajibkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat, serta memberikan paket yang sudah terstandarisasi kepada petani, yang meliputi keahlian teknis, input pertanian, dan kredit.
Layanan ekstensi MOA tersebut menggunakan sistem pelatihan dan kunjungan (T & V), yang dalam hal ini pekerja layanan ekstensi mengunjungi kelompok petani untuk menawarkan informasi, bimbingan, dan jasa tertentu secara reguler, serta membahas masalah lapangan, rekomendasi pertautan, dan keputusan untuk menerapkan inovasi ham melalui kontak tani dan pemimpin kelompok yang berfungsi sebagai motivator, fasilitator, edukator, kelompok pekerja, promotor, dan pendiri lembaga menyebarkan paket teknologi pertanian. yaitu panca usaha. Sistem T & V ini diperkenalkan pada tahun 1977 dan mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi beras.
Sebagaimana diisyaratkan dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian. pembinaan kelembagaan diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Beberapa lakta yang ada menunjukkan bahwa koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat, serta mampu menjalankan fungsi koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan di pedesaan dan mampu menjadi koordinator informal bagi koperasi di sekitarnya, terutama dalam kegiatan agribisnis.
Saat ini, koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis dari hulu ke hilir, yang sesungguhnya mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Oleh karena itu, pengembangan struktur kegiatan usaha koperasi pedesaan melalui KUD mandiri inti (KMI) dapat menjadi terobosan penting dalam jangka pendek dan menengah, dengan harapan KUD dapat berkembang pada pusat pertumbuhan agribisnis dan menjadi simpul jaringan usaha antarKUD.
Secara kualitatif, perkembangan koperasi di pedesaan masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam mengembangkan peranannya dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat. Optimasi peran ini merupakan jalan menuju profesionalisme dan konsekuensinya memerlukan kesiapan, baik sebagai pelaku langsung ekonomi rakyat maupun sebagai pusat pertumbuhan perekonomian rakyat.
Koperasi pedesaan sebagai pilar perekonomian rakyat pedesaan masih belum mendukung kegiatan usaha karena mekanismenya belum dikembangkan secara efisien sebagai akibat dart perangkat organisasi yang Mum sepenuhnya menjalankan perannya dengan baik. Sebagai pelaku ekonomi pedesaan, koperasi jugs belum memanfaatkan peluang kerja sama secara horisontal dan vertikal dengan sesama koperasi atau dengan BUMN dan swasta. Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi koperasi saat ini berupa permasalahan internal (usaha yang belum layak, pemodalan kurang, penguasaan teknologi rendah, dan kurang tanggap terhadap berbagai perubahan) dan permasalahan eksternal (iklim usaha yang kurang kondusif, belum lancarnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pembinaan. dan lain-lain).
Keberadaan koperasi di suatu wilayah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penduduk jika mampu bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul yang diharapkan bertindak sebagai sektor pendorong kemajuan ekonomi wilayah. Dengan makin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi pada era globalisasi ini. kekuatan persaingan lebih ditentukan oleh sumber daya manusia, selain tetap memperbaharui teknologi dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Apabila dalam persaingan itu kekuatan antar pesaing seimbang maka iklim persaingan akan menguntungkan semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, tampaknya membangun koperasi berdasarkan usaha yang kuat merupakan suatu kebutuhan. Pada masa-masa mendatang, kebijaksanaan ekonomi harus diutamakan pada pengembangan koperasi dengan cara kerja sama operasi, kerja sama/transfer manajemen, kerja sama/transfer teknologi, penyertaan modal, membangun usaha patungan, dan membangun informasi yang sistematis.
UU No. 25 Tabun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang menyuarakan semangat debirokratisasi. Ditegaskan pula bahwa masyarakat bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan koperasi, sementara pemerintah hanya membina dengan sedikit demi sedikit menghapuskan segala bentuk campur tangannya. Semangat debirokratisasi ini mencerminkan upaya yang serius dari pemerintah untuk memberdayakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan secara mandiri.
Posted on 20 January 2011.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah Indonesia selama bertahun-tahun adalah memperkuat koperasi. Sejak tahun 1940-an. pendirian koperasi telah diatur dalam undangundang, direvisi, dan kemudian kembali dengan berbagai macam keputusan presiden dan aturan pemerintah. Sejak akhir tahun 1960-an, gagasan yang muncul adalah untuk membuat gerakan koperasi menjadi sebuah instrumen penting dalam pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada tahun 1970, pemerintah membentuk organisasi desa baru yang kemudian dikenal dengan nama Badan Usaha Unit Desa (BUUD), yang bertugas menangani pengolahan dan pemasaran path, serta distribusi input. Program BIMAS baru yang dijalankan oleh BUUD dengan instruksi membeli padi dari petani dengan harga rendah menghilangkan kepercayaan petani terhadap program B1MAS, yang dianggap lebih memperhatikan kepentingan konsumen daripada kepentingan petani selaku produsen.
Pada tahun 1978, KUD disahkan secara resmi oleh pemerintah dan berhak menerima bantuan. Fungsi utama BUUD/KUD adalah memberikan kredit dan input pertanian kepada petani, serta mengumpulkan padi ketika panen tiba yang bekerja sama dengan BULOG. Sampai sejauh itu, terjadi peningkatan jumlah kredit yang disalurkan, serta penjualan pupuk dan pestisida. Pada tahun 1980, BULOG meningkatkan peranan KUD dengan mendirikan penggilingan padi yang dilengkapi dengan alat pengering otomatis, lantai pengeringan, serta gudang pupuk dan padi. Dalam perkembangan selanjutnya, diharapkan KUD dapat menangani semua aktivitas ekonomi dan kebutuhan yang ada di pedesaan.
Koperasi resmi dipahami sebagai organisasi mandiri yang aktif secara ekonomis, yang tidak hanya terdiri dari jaringan yang terhubung secara horisontal, tetapi juga secara vertikal dengan organisasi hierarki. Upaya memperluas jangkauan kinerja koperasi ternyata belum diikuti dengan keanggotaannya. Jumlah petani yang menjadi anggota KUD masih relatif kecil. Lebih dari 17,1 juta keluarga terlibat dalam pertanian pangan, perikanan, dan peternakan, tetapi hanya 1,7 juta keluarga (10,1 %) yang menjadi anggota KUD. Di antara yang menjadi anggota ternyata tidak semua menerima layanan yang sama, bahkan sejumlah besar anggota tidak menerima layanan apa pun.
Fenomena menarik yang muncul adalah petani dengan level menengah (0,50 — 0,99 Ha) justru yang paling banyak menerima layanan KUD, yang meliputi pemberian input pertanian, bantuan selama masa tanam, dan pembelian basil panen. Pada tahun 1983, jumlah anggota yang ada lebih banyak menggunakan layanan pemberian input, sedangkan sebagian kecil lainnya menjual produknya ke KUD. Sebagian besar dari mereka lebih memilih untuk menjual produk ke pedagang swasta.
Manajemen KUD yang seringkali berada di tangan pedagang, pengusaha kecil, dan petani kaya menyebabkan kecilnya partisipasi petani. Kondisi ini juga mengakibatkan tidak berfungsinya KUD secara benar karena adanya mis-manajemen dan korupsi.
Ada kesenjangan yang lebar antara KUD dengan koperasi informal (organisasi yang melakukan aktivitas dalam bidang sosio-ekonomis, tetapi tidak mempunyai identitas atau struktur koperasi yang kadang-kadang juga diafiliasikan dengan NGO). Melalui Bukopin, pemerintah (departemen koperasi) berupaya membuat sebuah organisasi vertikal yang dapat menjangkau sampai ke level desa untuk berfungsi sebagai sistem pemberi kredit, jalur petnasaran untuk produk pertanian, dan sistem distribusi untuk barang-barang konsumsi.
Dalam MOA, direktur jendral tanaman pangan, peternakan, dan perikanan mempunyai layanan ekstensi sendiri sebagaimana lembaga departemen ekstensi, training, dan pendidikan pertanian (AAETE) yang bertugas mengembangkan teknologi ekstensi, memproduksi bahan-bahan ekstensi, mengatur pendidikan pertanian di sekolah, dan memberikan training untuk layanan. yang lain. Operasionalisasinya, tiap pusat ekstensi pedesaan (REC) terletak di kota kecamatan dengan pekerja level menengah (PPM), level lapangan (PPL), dan level kabupaten yang terdapat sejumlah spesialis (PPS). Karakteristik organisasi tersebut sangat tersentralisasi, yang dalam hal ini para pekerja lapangan diwajibkan mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh pusat, serta memberikan paket yang sudah terstandarisasi kepada petani, yang meliputi keahlian teknis, input pertanian, dan kredit.
Layanan ekstensi MOA tersebut menggunakan sistem pelatihan dan kunjungan (T & V), yang dalam hal ini pekerja layanan ekstensi mengunjungi kelompok petani untuk menawarkan informasi, bimbingan, dan jasa tertentu secara reguler, serta membahas masalah lapangan, rekomendasi pertautan, dan keputusan untuk menerapkan inovasi ham melalui kontak tani dan pemimpin kelompok yang berfungsi sebagai motivator, fasilitator, edukator, kelompok pekerja, promotor, dan pendiri lembaga menyebarkan paket teknologi pertanian. yaitu panca usaha. Sistem T & V ini diperkenalkan pada tahun 1977 dan mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan produksi beras.
Sebagaimana diisyaratkan dalam pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian. pembinaan kelembagaan diarahkan untuk merangsang peran serta masyarakat petani dalam wadah kelompok tani atau koperasi. Beberapa lakta yang ada menunjukkan bahwa koperasi telah berkembang pesat dan cukup kuat, serta mampu menjalankan fungsi koperasi sebagai lembaga perekonomian andalan di pedesaan dan mampu menjadi koordinator informal bagi koperasi di sekitarnya, terutama dalam kegiatan agribisnis.
Saat ini, koperasi masih belum sepenuhnya mampu memanfaatkan kegiatan agribisnis dari hulu ke hilir, yang sesungguhnya mempunyai nilai tambah yang lebih besar. Oleh karena itu, pengembangan struktur kegiatan usaha koperasi pedesaan melalui KUD mandiri inti (KMI) dapat menjadi terobosan penting dalam jangka pendek dan menengah, dengan harapan KUD dapat berkembang pada pusat pertumbuhan agribisnis dan menjadi simpul jaringan usaha antarKUD.
Secara kualitatif, perkembangan koperasi di pedesaan masih dihadapkan pada berbagai tantangan, terutama dalam mengembangkan peranannya dalam menumbuh kembangkan potensi ekonomi rakyat. Optimasi peran ini merupakan jalan menuju profesionalisme dan konsekuensinya memerlukan kesiapan, baik sebagai pelaku langsung ekonomi rakyat maupun sebagai pusat pertumbuhan perekonomian rakyat.
Koperasi pedesaan sebagai pilar perekonomian rakyat pedesaan masih belum mendukung kegiatan usaha karena mekanismenya belum dikembangkan secara efisien sebagai akibat dart perangkat organisasi yang Mum sepenuhnya menjalankan perannya dengan baik. Sebagai pelaku ekonomi pedesaan, koperasi jugs belum memanfaatkan peluang kerja sama secara horisontal dan vertikal dengan sesama koperasi atau dengan BUMN dan swasta. Beberapa permasalahan dan kendala yang dihadapi koperasi saat ini berupa permasalahan internal (usaha yang belum layak, pemodalan kurang, penguasaan teknologi rendah, dan kurang tanggap terhadap berbagai perubahan) dan permasalahan eksternal (iklim usaha yang kurang kondusif, belum lancarnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pembinaan. dan lain-lain).
Keberadaan koperasi di suatu wilayah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan aktivitas ekonomi secara keseluruhan, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penduduk jika mampu bergerak di bidang unit usaha unggulan dan potensial unggul yang diharapkan bertindak sebagai sektor pendorong kemajuan ekonomi wilayah. Dengan makin mudahnya akses terhadap modal dan teknologi pada era globalisasi ini. kekuatan persaingan lebih ditentukan oleh sumber daya manusia, selain tetap memperbaharui teknologi dan mengakses informasi sebanyak-banyaknya. Apabila dalam persaingan itu kekuatan antar pesaing seimbang maka iklim persaingan akan menguntungkan semua pihak. Berdasarkan hal tersebut, tampaknya membangun koperasi berdasarkan usaha yang kuat merupakan suatu kebutuhan. Pada masa-masa mendatang, kebijaksanaan ekonomi harus diutamakan pada pengembangan koperasi dengan cara kerja sama operasi, kerja sama/transfer manajemen, kerja sama/transfer teknologi, penyertaan modal, membangun usaha patungan, dan membangun informasi yang sistematis.
UU No. 25 Tabun 1992 tentang Perkoperasian menyatakan bahwa koperasi adalah badan usaha yang menyuarakan semangat debirokratisasi. Ditegaskan pula bahwa masyarakat bertanggung jawab penuh untuk melaksanakan koperasi, sementara pemerintah hanya membina dengan sedikit demi sedikit menghapuskan segala bentuk campur tangannya. Semangat debirokratisasi ini mencerminkan upaya yang serius dari pemerintah untuk memberdayakan koperasi yang berazaskan kekeluargaan secara mandiri.
globalisasi 5
Posted on 28 March 2011.
Masalah Globalisasi Ekonomi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Keuntungan komparatif, mengandaikan situasi ekonomi di mana aliran modal masih berkisar dalam suatu negara. Dalam situasi ini, aliran modal mendapat kepastian dari negara. Sehingga, apa pun yang terjadi dalam perdagangan antarnegara, spesialisasi suatu negara tidak akan hancur karena kompetisi dengan negara lain. Tetapi, teori keuntungan komparatif mungkin tidak berlaku dalam situasi perdagangan global. Dalam perdagangan global seperti sekarang ini, yang memainkan peranan besar adalah perusahaan multinasional. Perusahaan tersebut memiliki jangkauan yang luas ke seluruh dunia. Aliran modalnya pun mengatasi batas negara. Tentunya, yang hendak diusahakan perusahaan ini adalah keuntungan perusahaan, bukan kepentingan atau keuntungan nasional. Karena itu, pertanyaan paling mendasar yang dapat diajukan sekarang: Mengapa orang percaya bahwa apa yang baik bagi perusahaan baik juga bagi negara?
Perdagangan internasional sekarang sudah tampil sebagai suatu rezim baru yang hanya mengenal satu prinsip, yaitu keuntungan absolut. Hal ini bisa terjadi karena tidak ada kontrol sosial yang berhasil menjatuhkan hukuman bagi perusahaan-perusahaan besar. Bahkan, suatu kontrol yang terlalu kuat dalam suatu negara akan membuat negara tersebut dikucilkan dalam perdagangan internasional. Dalam situasi seperti ini, kita sulit mengharapkan suatu manajemen yang memiliki tanggung jawab sosial; sebaliknya, justru karena kondisi sosial seperti ini, seorang manajer, dengan integritas moral yang tinggi dapat melakukan tindakan eksploitatif. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat diabaikan karena motif keuntungan.
Dalam rangka mengejar keuntungan, perusahaan multinasional yang melakukan aliran dana ke seluruh dunia semakin sadar, bahwa mereka sedang menghadapi masalah pasar dunia kerja global, yaitu penawaran yang tak terbatas dari tenaga kerja tidak terampil. Globalisasi tidak hanya memperlancar aliran modal dari negara maju ke negara miskin, tetapi juga memperlancar aliran tenaga kerja tidak terampil dari negara miskin ke negara maju, dengan motif: sekadar untuk mencari kerja dan hidup. Hal ini membawa konsekuensi yang merugikan bagi negara maju. Untuk mempertahankan keuntungan absolut, perusahaan multinasional yang masih beroperasi di negara maju dapat tnenekan gaji karyawan sebagai jaminan keamanan kerja, sebagaimana yang pernah dipraktekkan oleh perusahaan Xerox yang memotong gaji karyawannya sebanyak 30% untuk job security.
Selain itu, perusahaan multinasional, dengan alasan untuk memperoleh keuntungan, dapat dengan mudah meninggalkan suatu negara, tanpa harus memikirkan penggantinya, kemudian menanamkan modalnya di sebuah negara yang ongkos produksinya lebih rendah. Cina, misalnya, dapat dilihat sebagai contoh negara tujuan penanaman modal: selain karena di sana terdapat banyak tenaga kerja murah, juga karena di sana terdapat konsumen potensial dari produk yang dihasilkan perusahaan multinasional. Banyak negara maju mengambil keuntungan, karena mereka dapat mengimpor produk dengan harga murah dari Cina; tetapi hal ini tidak dapat dialami oleh negara miskin, karena daya beli mereka rendah.
Masalah Ekonomi
Selain masalah moral, sebagaimana dijelaskan di atas, para perintis ekonomi sosial yang menaruh minat pada masalah keseimbangan makro-ekonomi, melihat kelemahan lain dari globalisasi ekonomi. Masalah pertama, berkaitan dengan usaha mengurangi ongkos produksi dan kemampuan produksi. Sudah lama Sismondi mengamati bahwa untuk dapat bersaing, perusahaan akan memilih atau mengembangkan mesin untuk meningkatkan kemampuan produksi atau mengurangi ongkos tenaga kerja.
Pilihan paling sederhana yang sering diambil dalam globalisasi ekonomi sekarang ini adalah mengurangi ongkos tenaga kerja. Tetapi, kebijakan ini membawa akibat negatif bagi ekonomi. Karena, ketika perusahaan mengambil jalan untuk memberhentikan karyawan mereka, sebagai jalan untuk menurunkan ongkos produksi, para pekerja akan menganggur atau mencari pekerjaan baru yang upahnya lebih rendah. Sementara itu, perusahaan yang sama, terus meningkatkan kinerjanya dengan menggunakan teknologi baru pengganti tenaga manusia (robot). Secara hipotetis, keuntungan perusahaan tersebut bertambah dan usaha baru pun dapat dibangun lagi. Dari kedua gejala yang terjadi, kita melihat bahwa kemampuan produksi meningkat, sementara itu, kemampuan konsumsi cenderung menurun, karena gaji pekerja rendah. Beberapa kebijakan berikut dapat dipertimbangkan.
1. Setiap negara dianjurkan untuk memiliki kementerian perdagangan internasional (seperti Jepang), yang memiliki wewenang untuk menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan multinasional tidak menimbulkan biaya sosial masyarakat setempat. Ini mengandaikan bahwa setiap negara, memiliki kemampuan untuk mengadakan negosiasi internasional tentang standar dunia kerja yang lebih adil. Standar tersebut harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat dalam pasar dunia. Negara yang tidak menjalankan standar tersebut, dikucilkan dari kemungkinan investasi bare. Sementara itu, pelanggaran terhadap standar internasional tersebut dikenakan sanksi, terutama dikenakan kewajiban membayar tarif sosial, sebagai pembayaran terhadap ongkos manusia dalam proses produksi.
2. Setiap pelaku perdagangan internasional harus juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin perdagangan yang seimbang antarnegara. Keseimbangan ini dapat dicapai dengan mekanisme tarif perdagangan. Tarif perdagangan tersebut dapat dimanfaatkan untuk bantuan pembangunan bagi negara yang kurang berkembang, agar negara tersebut menghormati standar dunia kerja yang lebih adil.
3. Menteri perdagangan harus dapat mengadopsi standar konsumsi, yang membantu konsumen dalam menentukan pilihan dengan cara yang lebih etis dan berdasarkan informasi. Langkah pertama yang dapat diambil adalah menciptakan social labelling, di dalamnya terdapat informasi tentang pekerja yang menghasilkan produk tersebut. lnformasi tersebut sekaligus menjadi dasar bagi solidaritas sosial dengan para pekerja yang terlibat dalam proses produksi. Kebijakan ini barangkali dapat dinilai “c”.
Diperlukan Usaha Bersama
Banyak masalah ekonomi modern, dewasa ini, kerap diakibatkan oleh pemisahan antara para pekerja dan pemilik modal. Maka, gagasan profit sharing sering dilihat sebagai suatu langkah strategis untuk mengurangi ketidakseimbangan dan jurang yang terdapat di antara kedua kelompok kepentingan. Suatu bentuk ideal adalah terciptanya suatu perusahaan yang dimiliki oleh para pekerja itu sendiri. Dalam bentuk seperti ini, demokrasi dalam dunia ekonomi dan dalam perusahaan dapat dijamin dengan lebih baik.
Masalah Globalisasi Ekonomi
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Keuntungan komparatif, mengandaikan situasi ekonomi di mana aliran modal masih berkisar dalam suatu negara. Dalam situasi ini, aliran modal mendapat kepastian dari negara. Sehingga, apa pun yang terjadi dalam perdagangan antarnegara, spesialisasi suatu negara tidak akan hancur karena kompetisi dengan negara lain. Tetapi, teori keuntungan komparatif mungkin tidak berlaku dalam situasi perdagangan global. Dalam perdagangan global seperti sekarang ini, yang memainkan peranan besar adalah perusahaan multinasional. Perusahaan tersebut memiliki jangkauan yang luas ke seluruh dunia. Aliran modalnya pun mengatasi batas negara. Tentunya, yang hendak diusahakan perusahaan ini adalah keuntungan perusahaan, bukan kepentingan atau keuntungan nasional. Karena itu, pertanyaan paling mendasar yang dapat diajukan sekarang: Mengapa orang percaya bahwa apa yang baik bagi perusahaan baik juga bagi negara?
Perdagangan internasional sekarang sudah tampil sebagai suatu rezim baru yang hanya mengenal satu prinsip, yaitu keuntungan absolut. Hal ini bisa terjadi karena tidak ada kontrol sosial yang berhasil menjatuhkan hukuman bagi perusahaan-perusahaan besar. Bahkan, suatu kontrol yang terlalu kuat dalam suatu negara akan membuat negara tersebut dikucilkan dalam perdagangan internasional. Dalam situasi seperti ini, kita sulit mengharapkan suatu manajemen yang memiliki tanggung jawab sosial; sebaliknya, justru karena kondisi sosial seperti ini, seorang manajer, dengan integritas moral yang tinggi dapat melakukan tindakan eksploitatif. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat diabaikan karena motif keuntungan.
Dalam rangka mengejar keuntungan, perusahaan multinasional yang melakukan aliran dana ke seluruh dunia semakin sadar, bahwa mereka sedang menghadapi masalah pasar dunia kerja global, yaitu penawaran yang tak terbatas dari tenaga kerja tidak terampil. Globalisasi tidak hanya memperlancar aliran modal dari negara maju ke negara miskin, tetapi juga memperlancar aliran tenaga kerja tidak terampil dari negara miskin ke negara maju, dengan motif: sekadar untuk mencari kerja dan hidup. Hal ini membawa konsekuensi yang merugikan bagi negara maju. Untuk mempertahankan keuntungan absolut, perusahaan multinasional yang masih beroperasi di negara maju dapat tnenekan gaji karyawan sebagai jaminan keamanan kerja, sebagaimana yang pernah dipraktekkan oleh perusahaan Xerox yang memotong gaji karyawannya sebanyak 30% untuk job security.
Selain itu, perusahaan multinasional, dengan alasan untuk memperoleh keuntungan, dapat dengan mudah meninggalkan suatu negara, tanpa harus memikirkan penggantinya, kemudian menanamkan modalnya di sebuah negara yang ongkos produksinya lebih rendah. Cina, misalnya, dapat dilihat sebagai contoh negara tujuan penanaman modal: selain karena di sana terdapat banyak tenaga kerja murah, juga karena di sana terdapat konsumen potensial dari produk yang dihasilkan perusahaan multinasional. Banyak negara maju mengambil keuntungan, karena mereka dapat mengimpor produk dengan harga murah dari Cina; tetapi hal ini tidak dapat dialami oleh negara miskin, karena daya beli mereka rendah.
Masalah Ekonomi
Selain masalah moral, sebagaimana dijelaskan di atas, para perintis ekonomi sosial yang menaruh minat pada masalah keseimbangan makro-ekonomi, melihat kelemahan lain dari globalisasi ekonomi. Masalah pertama, berkaitan dengan usaha mengurangi ongkos produksi dan kemampuan produksi. Sudah lama Sismondi mengamati bahwa untuk dapat bersaing, perusahaan akan memilih atau mengembangkan mesin untuk meningkatkan kemampuan produksi atau mengurangi ongkos tenaga kerja.
Pilihan paling sederhana yang sering diambil dalam globalisasi ekonomi sekarang ini adalah mengurangi ongkos tenaga kerja. Tetapi, kebijakan ini membawa akibat negatif bagi ekonomi. Karena, ketika perusahaan mengambil jalan untuk memberhentikan karyawan mereka, sebagai jalan untuk menurunkan ongkos produksi, para pekerja akan menganggur atau mencari pekerjaan baru yang upahnya lebih rendah. Sementara itu, perusahaan yang sama, terus meningkatkan kinerjanya dengan menggunakan teknologi baru pengganti tenaga manusia (robot). Secara hipotetis, keuntungan perusahaan tersebut bertambah dan usaha baru pun dapat dibangun lagi. Dari kedua gejala yang terjadi, kita melihat bahwa kemampuan produksi meningkat, sementara itu, kemampuan konsumsi cenderung menurun, karena gaji pekerja rendah. Beberapa kebijakan berikut dapat dipertimbangkan.
1. Setiap negara dianjurkan untuk memiliki kementerian perdagangan internasional (seperti Jepang), yang memiliki wewenang untuk menjamin bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan multinasional tidak menimbulkan biaya sosial masyarakat setempat. Ini mengandaikan bahwa setiap negara, memiliki kemampuan untuk mengadakan negosiasi internasional tentang standar dunia kerja yang lebih adil. Standar tersebut harus ditaati oleh semua pihak yang terlibat dalam pasar dunia. Negara yang tidak menjalankan standar tersebut, dikucilkan dari kemungkinan investasi bare. Sementara itu, pelanggaran terhadap standar internasional tersebut dikenakan sanksi, terutama dikenakan kewajiban membayar tarif sosial, sebagai pembayaran terhadap ongkos manusia dalam proses produksi.
2. Setiap pelaku perdagangan internasional harus juga memiliki tanggung jawab untuk menjamin perdagangan yang seimbang antarnegara. Keseimbangan ini dapat dicapai dengan mekanisme tarif perdagangan. Tarif perdagangan tersebut dapat dimanfaatkan untuk bantuan pembangunan bagi negara yang kurang berkembang, agar negara tersebut menghormati standar dunia kerja yang lebih adil.
3. Menteri perdagangan harus dapat mengadopsi standar konsumsi, yang membantu konsumen dalam menentukan pilihan dengan cara yang lebih etis dan berdasarkan informasi. Langkah pertama yang dapat diambil adalah menciptakan social labelling, di dalamnya terdapat informasi tentang pekerja yang menghasilkan produk tersebut. lnformasi tersebut sekaligus menjadi dasar bagi solidaritas sosial dengan para pekerja yang terlibat dalam proses produksi. Kebijakan ini barangkali dapat dinilai “c”.
Diperlukan Usaha Bersama
Banyak masalah ekonomi modern, dewasa ini, kerap diakibatkan oleh pemisahan antara para pekerja dan pemilik modal. Maka, gagasan profit sharing sering dilihat sebagai suatu langkah strategis untuk mengurangi ketidakseimbangan dan jurang yang terdapat di antara kedua kelompok kepentingan. Suatu bentuk ideal adalah terciptanya suatu perusahaan yang dimiliki oleh para pekerja itu sendiri. Dalam bentuk seperti ini, demokrasi dalam dunia ekonomi dan dalam perusahaan dapat dijamin dengan lebih baik.
globalisasi 4
Posted on 03 April 2011.
Peranan koperasi dalam pembangunan di Indonesia
Pendahuluan: Koperasi, Gagasan Bung Hatta, dan Tesis Booke
Apabila kita merenungkan semangat dan pemikiran Bung Hatta mengenai peranan koperasi di Indonesia, saya memandang saat ini kita berada di sebuah titik di mana terdapat jarak antara harapan dan realita. Gagasan dan harapan Bung Hatta tentang koperasi adalah sebuah lembaga swadaya, self-help, bagi lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Sebuah gagasan yang menempatkan koperasi sebagai institusi yang mampu menjadi saka guru (pilar) perekonomian bangsa. Gagasan ini juga tertuang dalam semangat para pendiri bangsa yang dimuat dalam konstitusi. Koperasi memiliki posisi yang kuat, yaitu pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi.
Pada tahun 1930-an, koperasi menjadi sebuah fenomena yang menjanjikan “pencerahan” dalam sistem ekonomi yang terpolarisasi dalam kekuatan kapitalisme dan sosialisme. Anthony Giddens, sosiolog Inggris, menyebut koperasi sebagai the third way atau “jalan ketiga”, sebuah “jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme. Di Indonesia sendiri, gagasan koperasi sudah ada sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan petani oleh Patih Purwokerto, Tirto Adisuryo.
Mungkin Booke benar ketika mengatakan bahwa sistem usaha koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan usaha kapitalis. Booke melandasi pemikirannya melihat pada karakteristik perekonomian Indonesia yang bukan hanya dilihat dari struktur ekonomi, tetapi juga dari sistem budaya dan sosial. Namun, Booke bisa juga salah karena pada kenyataannya koperasi dapat hidup dan berkembang besar pada tempat-tempat yang memiliki karakter berbeda dengan masyarakat Indonesia.
Kondisi Koperasi Saat Ini: Idiom Koperasi vs Idiom Globalisasi
Melihat kondisi koperasi di Indonesia saat ini tampaklah bahwa perwujudan peranan koperasi sebagaimana yang dicita-citakan Bung Hatta belum sepenuhnya optimal. Apabila sekitar tahun 1930, koperasi lahir secara alami dari masyarakat, setelah Indonesia merdeka, justru kemudian kelahirannya didominasi oleh pemerintah. Hal inilah yang memberikan beban bagi pengembangan koperasi di Indonesia. Dominasi oleh pemerintah pada akhirnya sering disalahgunakan dalam pelaksanaannya.
Apabila kita mendengar kata koperasi, hal yang terngiang di telinga kita dan menjadi asosiasi dengan koperasi adalah permasalahan-permasalahan seperti subsidi, inefisiensi, dan birokrasi. Ada pandangan yang tidak dapat sepenuhnya disalahkan bahwa tidak sedikit koperasi yang tumbuh lantaran koperasi mendapat kesempatan yang lebih besar untuk mengambil manfaat ekonomi dari proyek dan fasilitas pemerintah. Intinya, tidak dapat dimungkiri bahwa gerakan koperasi adalah gerakan yang sarat dengan beban sejarah.
Sementara itu, di masa depan, di era globalisasi, idiom-idiom yang terasosiasi di pikiran kita adalah efisiensi, competitiveness, kepuasan pelanggan, corporate value, dan inovasi. Jargon-jargon tersebut hampir tidak relevan dengan asosiasi kita dengan koperasi. Padahal, saat ini perekonomian nasional sedang menghadapi perubahan yang signifikan. Globalisasi ekonomi yang berlangsung intensif sejak satu dekade lalu berdampak pada munculnya kecenderungan pasar global. Dengan terbentuknya pasar global ini, setiap perusahaan tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive market-nya. Terbentuknya pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik mana pun. Tantangan seperti inilah yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia.
Tantangan Indonesia ke Depan dan Bagaimana Koperasi Menyikapinya
Pekan lalu baru saja diadakan pertemuan antara menteri perdagangan dan perindustrian ASEAN, Australia, dan Selandia Baru di Istana Negara. Pertemuan tersebut menyepakati akan dibentuknya zona perdagangan bebas ( free trade agreement) pada tahun 2007. Bulan November mendatang hal ini akan dibahas kembali oleh para pemimpin negara di tingkat konferensi tingkat tinggi (KTT). Skema serupa juga berlangsung dalam hubungan ASEAN dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.
Berbagai hal tersebut semakin menunjukkan bahwa globalisasi terus-menerus menjadi isu yang perlu menjadi perhatian kita semua. Saat ini kita telah banyak mengikat janji dan memberikan komitmen-komitmen pada globalisasi. Apabila kita lakukan pencatatan, Indonesia telah terikat banyak dengan berbagai schedule of commitment, bukan hanya terkait dengan AFTA, tetapi juga dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Kerja Sama Asia Pasifik (AP EC), balk untuk sektor jasa maupun sektor rill.
Kesepakatan tersebut pada akhirnya menuntut kita melakukan pembenahan diri maupun konsolidasi di dalam negeri, balk dari sisi efisiensi maupun peningkatan daya saing. Jika pembenahan tidak dilakukan, perekonomian dalam negeri tentu akan kedodoran menghadapi serbuan korporasi dan produk-produk multinasional.
Pembenahan harus dilakukan oleh semua sektor, bukan hanya perusahaan atau korporasi besar, tetapi juga oleh usaha-usaha menengah dan kecil, termasuk di dalamnya koperasi, apabila mereka masih ingin bertahan hidup.
Koperasi sebagai sebuah entitas usaha juga tidal< terkecuali dalam hal mempersiapkan diri di era globalisasi. Apakah koperasi bisa bersaing di pasar bebas dalam era globalisasi ini? Beberapa ilustrasi di negara lain kiranya dapat menjadi pelajaran tentang bagaimana koperasi sebenarnya mampu memiliki daya saing global. Di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Australia, koperasi menjadi wadah usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pengembangan koperasi dilakukan secara efisien sebagai bagian dari perekonomian nasional. Salah satu kisah sukses adalah dari negeri Belanda, RaboBank, bank mild< koperasi yang kini merupakan salah satu dari bank terbesar di dunia.
Koperasi juga bisa bersaing di pasar bebas walaupun menerapkan asas kerja sama daripada persaingan. Di Amerika Serikat, lebih dari 90 persen distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi. Di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi. Dan di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi saka guru perekonomian. Di Jerman, bank koperasi Raiffeissen sangat maju dan penting peranannya, dengan Kantor cabangnya di Kota dan desa. Di Indonesia sebenarnya ada sebuah cerita tentang bagaimana koperasi bisa membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang dikumpulkan anggotanya, seperti Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GIKBI).
Beberapa Pemikiran untuk Mengakselerasi Peranan Koperasi
Kalau kita menelaah situasi kita saat ini, dapat kita katakan bahwa kondisi perekonomian bangsa telah menunjukkan perkembangan yang sangat berarti, terutama jika dibandingkan dengan kondisi di masa krisis. Bahkan, dalam lebih dari satu tahun terakhir kita telah mengalami stabilitas makroekonomi, unsur penting bagi pembangunan ekonomi setiap bangsa. Di bidang moneter, Bank Indonesia akan terus melakukan tugas, terutama depan, Bank Indonesia akan membuat sebuah kajian mengenai anatomi UMW dan koperasi. Di dalamnya kita akan membedah lebih lanjut berhagai permasalahan yang ada di sektor tersebut sebelum nantinya menentukan prioritas kebijakan yang segera harus ditempuh.
Penutup: Filosofi Pembangunan Ekonomi, “Leave No Man Behind”
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa dalam pembangunan ekonomi, kita tidak boleh melepaskan diri dari ilmuilmu ekonomi yang memuat kandungan filosofis dan etis. Apabila kita mengenang tradisi klasik para pemikir ekonomi (Adam Smith dengan The Wealth of Nations, John Stuart Mill dengan Utilitarianism dan On liberty, Werner Sombart dengan Nationalekonomi), mereka senantiasa bergulat dengan masalah sumber daya yang terbatas clan kebutuhan manusia yang relatif tak terbatas. Dengan segala sofistikasi tinggi dari ilmu ekonomi saat ini, janganlah kita melupakan asal-usulnya yang filosofis dan etis tersebut.
Dalam proses pembangunan ekonomi, kita menyadari kerap terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, bail< oleh para pelaku ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yang kurang mendapat arah, seperti koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yang tidak terhindarkan dalam sistem ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namur persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos: jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal apa pun bagi orang lain.
Pembangunan ekonomi kita harus peka terhadap hal ini. Dulu kita terlalu memberikan porsi yang besar kepada usaha konglomerasi sehingga tidak banyak yang tersisa bagi usaha kecil. Keinginan usaha besar untuk mendapatkan segala-galanya akan membuat banyak pihak lain tidak mendapat bagian apa pun dalam sumber daya ekonomi yang terbatas. Pada titik inilah, apa yang dinamakan ruh pembangunan ekonomi mendapatkan nyawanya kembali. Pada titik inilah peranan kita dituntut. Keadilan sosial akan bergerak dari bawah ke atas. Ada adagium yang mengatakan bahwa kekuatan sebuah rantai bukan ditentul
Tidaklah berlebihan apabila saya katakan, di tengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu, seminar kita hari ini menjadi bagian dari upaya mengangkat atau membawa kembali koperasi ke dalam mainstream pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, kita dapat keluar dari ruangan ini, bukan hanya dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi juga dengan jawaban yang bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.Peranan koperasi dalam pembangunan di Indonesia
Peranan koperasi dalam pembangunan di Indonesia
Pendahuluan: Koperasi, Gagasan Bung Hatta, dan Tesis Booke
Apabila kita merenungkan semangat dan pemikiran Bung Hatta mengenai peranan koperasi di Indonesia, saya memandang saat ini kita berada di sebuah titik di mana terdapat jarak antara harapan dan realita. Gagasan dan harapan Bung Hatta tentang koperasi adalah sebuah lembaga swadaya, self-help, bagi lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Sebuah gagasan yang menempatkan koperasi sebagai institusi yang mampu menjadi saka guru (pilar) perekonomian bangsa. Gagasan ini juga tertuang dalam semangat para pendiri bangsa yang dimuat dalam konstitusi. Koperasi memiliki posisi yang kuat, yaitu pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi.
Pada tahun 1930-an, koperasi menjadi sebuah fenomena yang menjanjikan “pencerahan” dalam sistem ekonomi yang terpolarisasi dalam kekuatan kapitalisme dan sosialisme. Anthony Giddens, sosiolog Inggris, menyebut koperasi sebagai the third way atau “jalan ketiga”, sebuah “jalan tengah” antara kapitalisme dan sosialisme. Di Indonesia sendiri, gagasan koperasi sudah ada sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan petani oleh Patih Purwokerto, Tirto Adisuryo.
Mungkin Booke benar ketika mengatakan bahwa sistem usaha koperasi lebih cocok bagi kaum pribumi daripada bentuk badan usaha kapitalis. Booke melandasi pemikirannya melihat pada karakteristik perekonomian Indonesia yang bukan hanya dilihat dari struktur ekonomi, tetapi juga dari sistem budaya dan sosial. Namun, Booke bisa juga salah karena pada kenyataannya koperasi dapat hidup dan berkembang besar pada tempat-tempat yang memiliki karakter berbeda dengan masyarakat Indonesia.
Kondisi Koperasi Saat Ini: Idiom Koperasi vs Idiom Globalisasi
Melihat kondisi koperasi di Indonesia saat ini tampaklah bahwa perwujudan peranan koperasi sebagaimana yang dicita-citakan Bung Hatta belum sepenuhnya optimal. Apabila sekitar tahun 1930, koperasi lahir secara alami dari masyarakat, setelah Indonesia merdeka, justru kemudian kelahirannya didominasi oleh pemerintah. Hal inilah yang memberikan beban bagi pengembangan koperasi di Indonesia. Dominasi oleh pemerintah pada akhirnya sering disalahgunakan dalam pelaksanaannya.
Apabila kita mendengar kata koperasi, hal yang terngiang di telinga kita dan menjadi asosiasi dengan koperasi adalah permasalahan-permasalahan seperti subsidi, inefisiensi, dan birokrasi. Ada pandangan yang tidak dapat sepenuhnya disalahkan bahwa tidak sedikit koperasi yang tumbuh lantaran koperasi mendapat kesempatan yang lebih besar untuk mengambil manfaat ekonomi dari proyek dan fasilitas pemerintah. Intinya, tidak dapat dimungkiri bahwa gerakan koperasi adalah gerakan yang sarat dengan beban sejarah.
Sementara itu, di masa depan, di era globalisasi, idiom-idiom yang terasosiasi di pikiran kita adalah efisiensi, competitiveness, kepuasan pelanggan, corporate value, dan inovasi. Jargon-jargon tersebut hampir tidak relevan dengan asosiasi kita dengan koperasi. Padahal, saat ini perekonomian nasional sedang menghadapi perubahan yang signifikan. Globalisasi ekonomi yang berlangsung intensif sejak satu dekade lalu berdampak pada munculnya kecenderungan pasar global. Dengan terbentuknya pasar global ini, setiap perusahaan tidak bisa lagi menganggap pasar domestik sebagai captive market-nya. Terbentuknya pasar global memungkinkan para pemain dari seluruh dunia bebas bermain di pasar domestik mana pun. Tantangan seperti inilah yang dihadapi oleh koperasi di Indonesia.
Tantangan Indonesia ke Depan dan Bagaimana Koperasi Menyikapinya
Pekan lalu baru saja diadakan pertemuan antara menteri perdagangan dan perindustrian ASEAN, Australia, dan Selandia Baru di Istana Negara. Pertemuan tersebut menyepakati akan dibentuknya zona perdagangan bebas ( free trade agreement) pada tahun 2007. Bulan November mendatang hal ini akan dibahas kembali oleh para pemimpin negara di tingkat konferensi tingkat tinggi (KTT). Skema serupa juga berlangsung dalam hubungan ASEAN dengan Korea Selatan, Jepang, dan China.
Berbagai hal tersebut semakin menunjukkan bahwa globalisasi terus-menerus menjadi isu yang perlu menjadi perhatian kita semua. Saat ini kita telah banyak mengikat janji dan memberikan komitmen-komitmen pada globalisasi. Apabila kita lakukan pencatatan, Indonesia telah terikat banyak dengan berbagai schedule of commitment, bukan hanya terkait dengan AFTA, tetapi juga dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Kerja Sama Asia Pasifik (AP EC), balk untuk sektor jasa maupun sektor rill.
Kesepakatan tersebut pada akhirnya menuntut kita melakukan pembenahan diri maupun konsolidasi di dalam negeri, balk dari sisi efisiensi maupun peningkatan daya saing. Jika pembenahan tidak dilakukan, perekonomian dalam negeri tentu akan kedodoran menghadapi serbuan korporasi dan produk-produk multinasional.
Pembenahan harus dilakukan oleh semua sektor, bukan hanya perusahaan atau korporasi besar, tetapi juga oleh usaha-usaha menengah dan kecil, termasuk di dalamnya koperasi, apabila mereka masih ingin bertahan hidup.
Koperasi sebagai sebuah entitas usaha juga tidal< terkecuali dalam hal mempersiapkan diri di era globalisasi. Apakah koperasi bisa bersaing di pasar bebas dalam era globalisasi ini? Beberapa ilustrasi di negara lain kiranya dapat menjadi pelajaran tentang bagaimana koperasi sebenarnya mampu memiliki daya saing global. Di Eropa Barat, Amerika Utara, dan Australia, koperasi menjadi wadah usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pengembangan koperasi dilakukan secara efisien sebagai bagian dari perekonomian nasional. Salah satu kisah sukses adalah dari negeri Belanda, RaboBank, bank mild< koperasi yang kini merupakan salah satu dari bank terbesar di dunia.
Koperasi juga bisa bersaing di pasar bebas walaupun menerapkan asas kerja sama daripada persaingan. Di Amerika Serikat, lebih dari 90 persen distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi. Di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi. Dan di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi saka guru perekonomian. Di Jerman, bank koperasi Raiffeissen sangat maju dan penting peranannya, dengan Kantor cabangnya di Kota dan desa. Di Indonesia sebenarnya ada sebuah cerita tentang bagaimana koperasi bisa membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang dikumpulkan anggotanya, seperti Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GIKBI).
Beberapa Pemikiran untuk Mengakselerasi Peranan Koperasi
Kalau kita menelaah situasi kita saat ini, dapat kita katakan bahwa kondisi perekonomian bangsa telah menunjukkan perkembangan yang sangat berarti, terutama jika dibandingkan dengan kondisi di masa krisis. Bahkan, dalam lebih dari satu tahun terakhir kita telah mengalami stabilitas makroekonomi, unsur penting bagi pembangunan ekonomi setiap bangsa. Di bidang moneter, Bank Indonesia akan terus melakukan tugas, terutama depan, Bank Indonesia akan membuat sebuah kajian mengenai anatomi UMW dan koperasi. Di dalamnya kita akan membedah lebih lanjut berhagai permasalahan yang ada di sektor tersebut sebelum nantinya menentukan prioritas kebijakan yang segera harus ditempuh.
Penutup: Filosofi Pembangunan Ekonomi, “Leave No Man Behind”
Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan bahwa dalam pembangunan ekonomi, kita tidak boleh melepaskan diri dari ilmuilmu ekonomi yang memuat kandungan filosofis dan etis. Apabila kita mengenang tradisi klasik para pemikir ekonomi (Adam Smith dengan The Wealth of Nations, John Stuart Mill dengan Utilitarianism dan On liberty, Werner Sombart dengan Nationalekonomi), mereka senantiasa bergulat dengan masalah sumber daya yang terbatas clan kebutuhan manusia yang relatif tak terbatas. Dengan segala sofistikasi tinggi dari ilmu ekonomi saat ini, janganlah kita melupakan asal-usulnya yang filosofis dan etis tersebut.
Dalam proses pembangunan ekonomi, kita menyadari kerap terjadi sektor-sektor yang terpinggirkan atau terlupakan, bail< oleh para pelaku ekonomi maupun para pengambil kebijakan. Biasanya yang terpinggirkan ini adalah mereka yang bergerak di usaha kecil, mikro, menengah, dan beberapa jenis badan usaha yang kurang mendapat arah, seperti koperasi. Padahal, usaha kecil tidak pernah mempersoalkan kenapa mereka menjadi kecil. Mereka memahami adanya perbedaan kemakmuran, besar-kecil, sebagai bagian yang tidak terhindarkan dalam sistem ekonomi seperti yang kita alami saat ini. Namur persoalannya bukanlah pada lebih atau kurang, tapi lebih kepada sebuah etos: jangan mengambil segalanya sehingga tidak tertinggal apa pun bagi orang lain.
Pembangunan ekonomi kita harus peka terhadap hal ini. Dulu kita terlalu memberikan porsi yang besar kepada usaha konglomerasi sehingga tidak banyak yang tersisa bagi usaha kecil. Keinginan usaha besar untuk mendapatkan segala-galanya akan membuat banyak pihak lain tidak mendapat bagian apa pun dalam sumber daya ekonomi yang terbatas. Pada titik inilah, apa yang dinamakan ruh pembangunan ekonomi mendapatkan nyawanya kembali. Pada titik inilah peranan kita dituntut. Keadilan sosial akan bergerak dari bawah ke atas. Ada adagium yang mengatakan bahwa kekuatan sebuah rantai bukan ditentul
Tidaklah berlebihan apabila saya katakan, di tengah upaya kita menghadapi pasar bebas dan globalisasi, upaya membangun koperasi yang memiliki daya saing, efisiensi, budaya perusahaan (corporate culture), dan inovasi, menjadi hal yang tak terhindarkan. Koperasi adalah bangun usaha yang paling cocok bagi karakter bangsa kita dalam menghadapi globalisasi tersebut. Oleh karena itu, seminar kita hari ini menjadi bagian dari upaya mengangkat atau membawa kembali koperasi ke dalam mainstream pembangunan bangsa. Semoga pada akhir hari nanti, kita dapat keluar dari ruangan ini, bukan hanya dengan pertanyaan-pertanyaan, tetapi juga dengan jawaban yang bermakna dan konkret bagi pengembangan koperasi di era globalisasi.Peranan koperasi dalam pembangunan di Indonesia
globalisasi 3
BAB XI
GLOBALISASI EKONOMI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasarwarsa tujuh puluh hingga tahun 2000 an yang bersifat mendasar atau struktural serta mempunyai kecenderungan jangka panjang dan konjungtural. Perubahan dan perkembangan ini dikenal orang dengan istilah globalisasi.
Gejala globalisasi terjadi pada kegiatan finansial, produksi, investasi perdagangan yang kelak berpengaruh pada hubungan antar bangsa dan hubungan antar individu dalam segala aspek kehidupan. Hubungan antar bangsa menjadi lebih saling tergantung yang bahkan menjadikan ekonomi dunia menjadi satu sehinga seolah-olah batas antar negara dalam kegiatan perdagangan, bisnis tidak ada lagi. (borderless world)
Pada umumnya negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan langkah penyesuaian baik dalam wilayah regional maupun masing individu negara yang kecenderungannya mengarah kepada proteksionisme. Hal terlihat jelas dengan munculnya blok blok perdagangan yang pada intinya justru melanggar kesepakatan yang dituangkan dalam WTO.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal ini disebabkan oleh : (Halwani, 2005 : 194)
1. Komunikasi dan tranportasi yang semakin canggih,
2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,
3. Ekononomi negara yang makin terbuka,
4. Penggunaan secara keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara,
5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi yang makin efisien,
6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di hampir segala penjuru dunia.
Steiner (1997) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mendorong terjadinya perubahan global. Pertama, produk nasional kotor (GNP) tumbuh dan meningkat dengan cepat, terutama di negara-negara maju. Kedua, revolusi dalam teknologi komunikasi. Ketiga, kekuatan-kekuatan yang mempermudah munculnya perusahaan besar berskala global.
11.1 KEBIJAKAN PERDAGANGAN, PELUANG TANTANGAN DUNIA BISNIS DAN PERAN PEMERINTAH DALAM ERA GLOBALISASI EKONOMI
1. Kebijakan Perdagangan.
Kebijakan perdangan dalam periode memasuki era lepas landas diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi.
Kerangka landasan yang ingin dicapai tersebut meliputi unsur sebagai berikut :
• Penciptaan struktur ekspor non migas yang kuat dan tangguh dengan cara melakukan diversifikasi produk maupun pasar serta pelakunya,
• Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor, mempertahan tingkat harga yang stabil dalam negeri,
• Peningkatan daya saing usaha pelaku dalam kegiatan ekonomi perdangan baik dalam negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang kokoh dalam menghadapi pasar dunia yang makin ketat,
• Tranpanransi pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan dengan membangun sistem jaringan perdagangan.
• Meningkatkan peran lembaga penunjang perdagangan seperti badan pelaksana bursa komoditi, pasar lelang, BPEN , dll,
2. Peluang Dan Tantangan bagi Dunia Bisnis
Terbukanya pasar dunia akibat globalisasi ekonomi membuka peluang bisnis antara lain :
• Tersebarnya pasar yang lebih luas skalanya dan terdiversifikasinya barang manufaktur dan produk yang mempunyai nilai tambah tinggi (value added products).
• Terjadi relokasi industri manufaktur dari negara industri maju ke negara-negara sedang berkembang dengan upah buruh yang lebih murah. Sebagai konsekuensi logis dari relokasi industri tersebut, siklus proses bahan baku menjadi produk akhir menjadi lebih pendek. Hal ini akan menurunkan harga per unit serta meningkatkan volume perdagangan.
• Tersedianya sumber pendanaan yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah (bunga) karena makin beragamnya portofolio pendanaan terutama bagi negara yang sedang tumbuh perekonomiannya.
Selain memberikan peluang yang terbuka lebar bagi dunia bisnis , globalisasi ekonomi juga memberikan dampak negatif bagi dunia bisnis, antara lain :
• Terjadinya tranfer pricing untuk memarkir dana maupun keuntungan di negara yang menganut tax shelter (memberikan perlindungan terhadap pesembunyian kewajiban membayar pajak).
• Relokasi industri karena footlose industry membawa pula teknologi kadaluwarsa ke negara sedang berkembang (host country), hal ini terjadi di negara asalnya (home country) teknologi yang dipakai industri tersebut ketinggalan jaman.
• Masuknya FDI (foreign direct investment) dengan teknologi canggih, seringkali tidak diimbangi dengan tersedianya sumberdaya manusia yang siap mengoperasikannya sehingga membuat ketergantungan pada negara asal investasi tersebut.
• Masuknya FDI juga seringkali menimbulkan trade off politis, yang merugikan masyarakat dan pelaku bisnis di dalam negeri.
3. Peran Negara Bangsa Dalam Era Global
Robert Gil;pin , salah satu tokoh realis menyatakan, peran negara bangsa (nation state) dalam era globalisasi sekarang ini masih sangat diperlukan (signifikan). Gilpin pada awalnya menggugat beberapa keyakinan yang dianut pendukung globalisasi dan pasar bebas . Menurut Gilpin banyak peneliti mempunyai keyakinan bahwa tengah terjadi pergeseran besar dari ekonomi state dominated ke arh ekonomi market dominated. Hancurnya Uni Soviet, kegagalan strategi subtitusi impor negara dunia ketiga, dan suksesnya AS pada era 1990 an telah mendoring penerimaan unrestricted market sebagai solusi bagi penyakit ekonomi modern. Karena peran negara menjadi berkurang sebagai gantinya pasar akan menjadi mekanisme penting baik untuk perekonomian domestik maupun perekonomian internasional. Menurutnya peran negara bangsa diyakini akan menjadi pembuka kearah ekonomi global yang sesungguhnya , yang dicirikan oleh tiadanya hambatan dalam perdagangan , aliran uang dalam skala global dan kegiatan internasional perusahaan multinasional (Gilpin, dalam Winarno, 2005)
Namun fakta regionalisme ekonomi diberbagai belahan dunia membuktikan bahwa peran negara bangsa masih relevan. Regionalisme ini menunjukkan respon penting dari negara bangsa dalam menyelesaikan secara bersama-sama masalah politik dan interdependensi yang tinggi dari ekonomi global yang hypercompetitive.Dibanding regionalisme pada tahun 1950 an dan 1960 an , bentuk reginalisme baru ini lebih signifikan dalam ekonomi global. Kadangkala regionalisme ekonomi ini mewakili kepentingan individual negara bangsa baik untuk kepentingan mereka di level nasional maupun kolektif.
Karena ekonomi global semakin terintegrasi, pengelompokan regional negara bangsa telah meningkatkan kerjasama dalam rangka memperkokoh otonomi, memperbaiki posisi tawar, dan memperjuangkan kepentingan ekonomi politik lainnnya. Dimasa sekarang ini peran negara bangsa justru dibutuhkan demi berlakunya perdagangan bebas seperti harapan neoliberal . Hambatan-hambatan perdagangan tidak mungkin dihilangkan tanpa adanya dukungan kebijakan yang pada gilirannya makin menunjukkan peran negara bangsa makin diperlukan dalam perekonomian global.
11.2 LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM GLOBALISASI EKONOMI
Terdapat tiga lembaga utama yang mengatur globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO.
1. International Monetary Fund (IMF)
Salah satu lembaga yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi pasar bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme, yaitu IMF. Cikal bakal munculnya lembaga super tersebut sewaktu diadakan pertemuan di Bretton Woods , New Hampshire AS Juli 1944. Di bidang moneter dibentuklah International Monetary Fund (IMF) dengan tugas utama mengatur system keuangan dan sistem nilai tukar internasional.
Ide terbentuknya IMF terdiri atas ;
• Untuk meningkatkan jumlah cadangan negara yang memungkinkan negara tersebut mengatasi depresi tanpa melakukan kebijakan deflasi, devaluasi, dan pembatasan import. Baik devaluasi maupun pembatasan impor akan menimbulkan lingkaran setan yang akan membantu suatu negara yang bersifat sementara namun memperburuk perekomian dalam jangka panjang.
• Untuk memperbaiki posisi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Ide Keynes adalah untuk menciptakan mekanisme internasional dengan memberikan cara yang baik untuk memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayaran.
• Hasil penelitian menunjukkan upaya negara dalam menanggulangi ketidakseimbang neraca pembayaran adalah melakukan devaluasi.
• Keynes melemparkan ide untuk mendirikan bank sentral yang memberikan kredit skala dunia.
Maka sebagai reliasasi ide tersebut IMF didirikan tahun 1944 pada konferensi internasional yang berlangsung di Bretton Wood Amerika Serikat dan mulai beroperasi 1 Maret 1947. IMF didirikan sebagai pemberi pinjaman terakhir (Lender of Last Resort) untuk pemerintah di berbagai penjuru dunia. IMF beroprasi atas dasar kontribusi 182 negara anggota. AS merupakan kontributor terbesar sekitar 18 % dari keseluruhan.
Peran IMF sebagai lembaga yang mengatur ekonomi global ditentukan oleh tiga asumsi sebagai berikut :
1. IMF merupakan alat intervensi Departemen Keuangan AS terhadap negara berkembang.
2. Banyak lembaga keuangan dunia yang ingin berhubungan dengan IMF yang menjanjikan dana darurat sebagai imbalan menjalankan kebijakan ekonomi yang dinilai baik.
3. Citra yang diciptakan seputar kekuatan institusional IMF yang seolah tidak pernah salah. Negara pengutang yang berbeda pandangan dengan IMF akan dinilai dunia internasional sebagai pembangkang.
IMF dituntut untuk dapat mencegah depresi global lainnya. Yang dapat dilakukan dengan melakukan tekanan internasional pada negara yang tidak melalukan peran mereka untuk memelihara permintaan agregat secara global, dengan membiarkan perekonomian mereka sendiri jatuh. IMF didirikan dengan keyakinan bahwa perlu ada tindakan kolektif pada tingkat global agar tercipta stabilitas ekonomi.
Perubahan peran yang dramatis dalam IMF terjadi ketika tahun 1980-an, di era ketika Ronald Reagan dan Margareth Thatcher menyuarakan ideologi pasar bebas di AS dan Inggris. IMF dan Bank Dunia menjadi lembaga –lembaga misionaris baru, yang dengannya ide-ide tersebut dipaksakan pada negara-negara miskin yang sering membutuhkan pinjaman dan bantuan mereka.
Setengah abad setelah pendiriannya, terbukti bahwa IMF gagal dalam menjalankan misinya. IMF belum melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Diperkirakan hampir seratus negara mengalami krisis, lebih buruk lagi kebanyakan kebijakan yang didorong oleh IMF, khususnya leberalisasi pasar modal yang premature memberikan andil dalam memunculkan ketidakstabilan global. (Stiglitz, 2002:19)
2. World Bank
Lembaga lain yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi pasar bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme, yaitu World Bank. Cikal bakal munculnya lembaga super tersebut sewaktu diadakan pertemuan di Bretton Woods, New Hampshire AS Juli 1944. Dari pertemuan tersebut dibentuklah sebuah lembaga yang khusus menangani masalah dalam pembangunan ekonomi, yakni IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) yang kemudian lebih dikenal sebagai World Bank.
Mulanya tujuan didirikan IBRD adalah untuk membiayai pembangunan kembali ekonomi Eropa setelah Perang Dunia II, fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi lebih luas, tidak lagi terbatas pada upaya rekonstruksi akibat perang, tetapi juga pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antar negara. Saat ini upaya Bank Dunia ini fokus pada pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.
3. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)
GATT merupakan salah satu intrumen dimana sistem ekonomi dunia yang bersandar pada pasar bebas hendak dilakukan. Melalui GATT yang kemudian menjadi WTO, secara sistematis dan intensif agenda negara-negara maju yang didominasi gagasan neoliberal mendesakkan agenda leberalisasi dan perdagangan bebas.
GATT ini bertolak dari pemikiran keunggulan komparatifnya David Ricardo, yang beranggapan bahwa dengan perdagangan internasional yang bebas akan memberikan kemakmuran pada negara yang melakukan spesialisasi diri pada produk tertentu dengan biaya yang lebih murah dan kualitas lebih kompetitif.
Berdasar pemikiran di atas maka GATT dibentuk pada tahun 1948 dengan tiga prinsip utama. Prinsip pertama ialah most favoured nation (MFN), yang berisi ketentuan bahwa suatu negara memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara partner dagangnya dan hendaknya juga memperlakukan hal yang sama istimewanya kepada negara lain yang melakukan transaksi perdagangan dengan negara yang bersangkutan. Perlakuan ini harus tercermin pada tarif impor, pajak ekspor, dan pungutan lainnya. Prinsip MFN bertujuan agar negara yang melakukan transaksi perdagangan internasional lebih mengutamakan sistem multilateral yang kooperatif dari pada pembentukan aliansi bilateral dalam perdagangan internasional.
Pinsip kedua adalah reciprocity. Penurunan tarif atau penghapusan tarif hendaknya dilakukan melalui perundingan dengan negara patner dagangnya. Sedang Prinsip ketiga adalah non-discrimination, bahwa setiap impor telah masuk ke pasar domestik suatu negara hendaklah diperlakukan sama dengan barang domestik.
Pada kenyataannya, prinsip prinsip GATT di atas justru banyak dilanggar sendiri oleh negara-negara maju dan yang menjadi korbannya adalah negara-negara sedang berkembang. Dalam prakteknya terlihat jelas bahwa GATT dibuat tidak lebih dari untuk kepentingan negara-negara maju, sehingga tidak salah kalau GATT diberi julukan sebagai “The Richman’s Club” Maka untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat praktek GATT tersebut, dilakukanlah Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan lembaga baru yang bernama World Trade Organization (WTO). Lembaga ini sebenarnya prinsip kerjanya tidak berbeda jauh dengan GATT namun memiliki kewenangan yang lebih besar dan keputusannya bersifat mengikat negara anggotanya.
XI.3 TINGKATAN GLOBALISASI DAN SUDUT PANDANG TERHADAP GLOBALISASI
1. Tingkatan Globalisasi
Menurut Susan dan Strange (Halwani, 2005:197) globalisasi terjadi pada berbagai tingkatan.Pertama, dengan mengacu pada gagasan sejarawan Perancis, Fernand Braudel, globalisasi terjadi pada tingkat material life, yang dimaksud adalah terciptanya struktur produksi global yang menentukan barang dan jasa apa yang dihasilkan oleh negara untuk kelangsun gan dan kenikmatan hidup. Produksi barang dan jasa itu beroritentasi ke pasar global dan tidak hanya terbatas pasar nasional saja.
Kedua, globalisasi juga terjadi pada struktur keuangan, pembiayaan proses produksi lewat kegiatan investasi kian membutuhkan ruang yang bersifat global sehingga ada kecenderungan teritoral state tidak lagi menjadi space yang relevan dan memadai bagi strategi investasi. Selain itu ada ledakan pertumbuhan transaksi keuangan internasional. Salah satu indikator dari globalisasi keuangan ini adalah tingkat pertumbuhan yang jauh lebih cepat dari perdagangan uang asing setiap harinya dibanding dengan total ekspor dunia. Lairson dan Skidmore (2000) menunjukkan pada tahun 1986 rasionya adalah 25:1, tahun 1995 rasionya 81:1 maka pada tahun telah menjadi 107 :1.
Ketiga, globalisasi terjadi pada tingkatan persepsi, keyakinan, gagasan dan selera. Nilai-nilai seperti demokratisasi, perlindungan HAM, pelestarian lingkungan hidup telah menjadi isu-isu global. Salah satu contoh yang merepotkan negara sedang berkembang dari segi penanganan HAM adalah prinsip humanitarian intervention yang dilakukan PBB atas nama dunia internasional, dimana saja ada pelanggaran HAM berskala besar yang selalu dikaitkan dengan embargo ekonomi. Sedangkan keputusan ini banyak dilakukan oleh negara-negara besar di Dewan Keamanan PBB.
2. Sudut Pandang Terhadap Globalisasi
David Held at.al,(1999) membagi pendapat para pakar dalam memandang dan menyikapi globalisasi dalam tiga kelompok, yakni kelompok hiperglobalis, kelompok skeptis dan kelompok transformationalis. Bagi kelompok hiperglobalis pengertian globalisasi adalah sejarah baru kehidupan manusia dimana negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi, lebih-lebih menjadi tidak mungkin dalam unit-unit bisnis dalam sebuah ekonomi global. Kelompok ini percaya globalisasi ekonomi membawa serta gejala “denasionalisasi” ekonomi melalui pendirian jaringan jaringan produksi trasnasional (transnasional networks) , perdagangan, dan keuangan. Dalam dunia yang “ borderless ” peran pemerintah tidak lebih seperti transmission belts bagi kapital global. Lebih lanjut kelompok ini percaya globalisasi ekonomi tengah membangun bentuk baru organisasi social yang tengah menggantikan atau akhirnya akan menggantikan negara bangsa (nation states) sebagai lembaga ekonomi utama dan unit politik dari masyarakat dunia.
Kenichi Ohmae sebagai pendukung hiperglobalis dalam buku The End of nation State (1995) yang sering dijadikan manifesto hiperglobalis, berargumen bahwa setidaknya ada empat faktor yang membuat peran negara bangsa di era “dunia tanpa batas negara“ (a world without borders) makin menipis.Negara bangsa tidak lagi memiliki sumber-sumber tanpa batas yang dapat dimanfaatkan secara bebas untuk mewujudkan ambisi mereka. Empat faktor tersebut oleh Ohmae disebut sebagai empat I (investment, industry, information technology dan individual). Investasi sebagai I yang pertama adalah pasar modal di negara maju yang dibanjiri uang tunai untuk invesasi, karena peluang investasi tidak selalu ada maka pasar modal mengembangkan berbagai mekanisme uintuk mentranfer dana keuangan itu melintasi batas-batas nasional. Dengan kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan aliran dana ini menyebar dengan cepat keseluruh penjuru dunia. Namun investasi ini juga menimbulkan dampak buruk bagi negara bangsa yang struktur ekonomi dan keuangannya rapuh. Kasus Asia Timur, dan Asia Tenggara adalah contoh yang jelas akibat globalisasi keuangan ini.
Industri yang merupakan I ke dua, adalah industri yang mempunyai orientasi global dibanding sepuluh tahun lalu. Strategi perusahaan TNC dan MNC tidak lagi dikendalikan oleh alasan negara namun lebih pada keinginan dan kebutuhan melayani dan mencari sumber-sumber ekonomi di seluruh dunia.
Pergerakan investasi dan industri keseluruh dunia tidak lepas berkat kemajuan I yang ketiga yaitu information technology. Juga ditambah dengan makin murahnya tranportasi menyebabkan perusahaan transnasional dan aliran modal global makin gampang bergerak ke seluruh dunia. Teknologi informasi pulalah yang menyebabkan integrasi, interdependensi dan interlink semua aspek kehidupan baik itu budaya, ekonomi dan politik sehingga terciptalah globalisasi budaya, globalisasi ekonomi dan globalisasi politik.
Individual sebagai I keempat, menunjukkan individu di seluruh dunia makin berorientasi global. Teknologi informasi memungkinkan individu melihat, membeli dan berperilaku seperti dilakukan dibelahan dunia lain. Hal ini terutama terlihat pada gaya hidup yang banyak meniru perilaku individu di negara maju. Konsumen makin menginginkan produk berkualitas, murah tanpa menghiraukan darimana produk tersebut berasal. Fenomena ini dikenal sebagai international demonstration effect.
Berlawanan dengan kelompok pertama, kelompok kedua ini disebut sebagai kelompok skeptis terhadap globalisasi. Hirst dan Thompson sebagai pendukung kelompok skeptis, menyerang tesis hiperglobalis yang menganggap remeh peran kekuasaan pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan ekonomi internasional. Bahkan Hirst dan Thompson menganggap globalisasi adalah mitos belaka. Kelompok skeptis ini berpendapat bahwa kekuatan global itu sendiri sangat tergantung pada kekuasaan mengatur pemerintahan nasional untuk menjamin liberalisasi ekonomi terus berlanjut. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa sebenarnya proses globalisasi hanya berlangsung di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Sedangkan kekuatan regionalisme menjadi satu ciri yang menunjukkan peran negara bangsa.
Kelompok ketiga ini terletak diantara pandangan ekstrim hiperglobalis dan skeptis, kelompok ini dikenal dengan nama transformasionalis. Kelompok ini berkeyakinan bahwa pada permulaan milineum baru, globalisasi adalah kekuatan utama dibalik perubahan sosial, ekonomi dan politik yang tengah menentukan kembali masyarakat masyarakat modern dan tantanan dunia (world order). Penganut kelompok ini meyakini proses globalisasi yang tengah berlangsung saat ini secara historis belum pernah terjadi sebelumnya dimana tak lama lagi perbedaan antara internasional dan domestik, hubungan internal dan eksternal tidak lagi menjadi jelas. Meskipun mereka juga mengakui bahwa proses globalisasi mempunyai akar sejarah yang panjang.
Mengenai peran negara bangsa, kelompok tranformasionalis berpendapat bahwa globalisasi yang tengah berlangsung saat ini sedang mengatur kembali kekuasaan, fungsi dan otoritas pemerintahan nasional. Peran negara harus disejajarkan dalam berbagai tingkat dengan perluasan yurisdiksi lembaga pengaturan internasional sebagai mana kewajiban yang berasal dari hukum internasional. Artinya peran negara bangsa sejajar dengan lembaga internasional dan perusahaaan transnasional.
David Held dalam buku Global Tranformation (2000) sebagai kelompok tranformatif ini menyatakan bahwa globalisasi masa lampau dengan sekarang berbeda jauh karena tiga hal yaitu ; velocity, intensity dan extensity. Karena tiga hal tersebut globalisasi sekarang menimbulkan dampak dahsyat dibanding globalisasi sebelumnya. Namun bukan berarti telah melabrak segala sesuatunya hingga hilang, budaya lokal dan negara bangsa (nation state) tetap ada.
XI.4 MODEL-MODEL DALAM SISTEM EKONOMI GLOBAL
Terlepas dari suka atau tidak suka, proses globalisasi meskipun belum jelas tipe idealnya terus terlanjut karena kekuatan-keuatan internal (pasar, informasi, teknologi dan kontrol) Namun untuk kepentingan ilmu ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya bentuk masa depan sistem ekonomi internasional atau system ekonomi global tetap penting untuk dipetakan. Hirst dan Thompson (1996) mengajukan dua model ideal, yaitu : 1) ekonomi internasional yang terbuka (an open international economy) dan 2) ekonomi global purna ( a fully globalized economy)
Model I: Ekonomi internasional
Model pertama ini merupakan system ekonomi yang masih bercirikan ekonomi nasional masing-masing negara. Hubungan perdagangan dan investasi antar bangsa tidak serta merta menhilangkan identitas sistem ekonomi nasional, tapi lebih merupakan dinamika hubungan keluar (outward looking) dari masing-masing pelaku. Meskipun demikian, hubungan intensif dalam uda bidang tersebut terus membawa pelaku-pelaku ekonomi nasional berintegrasi ke pasar internasional. Pemisahan identitas dan kebijakan pada dua level (nasional dan internasional) masih tetap terlihat dengan jelas.
Model ekonomi internasional seperti ini mencirikan saling ketergantungan antar bangsa, tetapi tetap terpisah antara entitas ekonomi nasional dengan aspek internasionalnya. Kejadian kejadian pada tingkat internasional tidak otomatis mempengaruhi ekonomi domestik, tetapi justru diserap dengan berbagai proses khas dari ekonomi nasional itu sendiri. Dengan demikian kebijakan pada tingkat nasional masih mempunyai kekuatan terhadap sisi dan elemen kehidupan masyarakat.
Tipe seperti ini mirip seperti ekonomi Inggris dan Eropa abad pertengahan sampai 1914. Ekonomi Inggris menjadi pusat hegemoni dan penjamin berlangsungnya sistem itu. Tetapi setelah PD II, kekuatan hegemoni Inggris mulai surut karena melemahnya sistem industri negara itu – inilah yang kemudian menghasilkan kebangkitan proteksionisme, terutama setelah 1930 an, sekaligus menandakan datangnya hegemoni baru, yakni Amerika Serikat dengan berlakunya Bretton Wood.
Sistem ekonomi internasional juga ditandai oleh bangkitnya perusahaan multinasional (MNC, Multi National Corporation). Meskipun demikian MNC masih bias diidentifikasikan basis negaranya dan tetap mengikuti tata aturan dan kebijakan nasional masing-masing. Ekonomi internasional sekarang memang diarahkan lebih terbuka, diikuti oleh kebangkitan lembaga-lembaga seperti WTO/GATT, APEC dan lain sebagainya. Lembaga ini dibuat untuk menjaga keterbukaan ekonomi negara anggotanya meskipun pada kenyataannya negara maju lebih banyak diuntungkan. Sistem ekonomi internasional semakin intensif berinteraksi satu sama lain pada akhir abad ke-20 ketika revolusi teknologi komunikasi dan informasi muncul.
Model II : Ekonomi Global (globalized economy)
Model kedua ini pada dasarnya merupakan kebalikan dari model pertama dimana ekonomi internasional hanya merupakan bagian integral dari segenap proses, transaksi dan perkembangan global. Ekonomi global tercipta dan saling berinteraksinya ekonomi nasional mengarah ke bentuk kekuatan baru. Dengan demikian kebijakan pada tingkat nasional maupun kebijakan bisnis pada tingkat perusahaan tidak lain sebagai perwujudan dan penyatuan kekuatan-kekuatan pasar global. Kebijakan, kegiatan dan interaksi pada tingkat nasional diintegrasikan ketingkat global.
Meskipun demikian kegiatan dan sistem ekonomi yang mengglobal membawa persoalan : “Bagaimana dengan institusi pemerintah pada tingkat yang sama (internasional), yang menyertai institusi pasar global ?” Masalah ini merupakan isu krusial karena tanpa mekanisme pemerintahan, institusi pasar akan berkembang pada tatanan yang amat riskan, tidak adil, mendekati hukum rimba dan tidak akan mampu mengakomodasikan nilai moral dan etika.
Institusi pasar pada tingkat nasional terlepas apakah terinteraksi dengan negara lain atau tidak) senantiasa berkembang berdampingan dengan institusi negara atau pemerintahan (state institution governance). Dalam kenyataannya, tidak mungkin institusi pasar berkembang tanpa pengaturan yang dikeluarkan oleh negara. Institusi pasar tidak bias dibiarkan berjalan sendiri tanpa basis institusi negara.
Institusi negara, sistem, praktek dan para pelaku di dalamnya, berperan menjaga keseimbangn mekanisme pasar sehingga berperan positif bagi pelaku-pelakunya, bersifat adil, dan berfungsi sebagai penyangga bagai berlangsungnya sistem ekonomi yang sehat. Secara teoritis, mekanisme pasar berjalan sinambung, sehat dan adil dalam panduan institusi negara. Jika terdapat kecenderungan penguasaan pasar, blokade, integrasi vertikal-horizontal, monopoli, kartel dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya maka tugas institusi negaralah yang meluruskannya agar tercipta pemerataan kekayaan dan partisipasi pelakunya, redistribusi, stabilisasi ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun dalam model ekonomi global, institusi negara dalam bentuk governance pada tingkat internasional tidak bisa hadir dengan sendirinya tanpa konsensus kolektif negara anggotanya. Institusi pada tingkat inilah yang tidak berkembang dengan baik, terbukti dengan krisis yang terjadi sejak tahun 1930an (depresi), tahun 1970-an (krisis minyak), sampai akhir 1990-an (krisis mata uang di Asia), menunjukkan berperannya institusi governance pada tingkat internasional.
XI.5 DAMPAK EKONOMI GLOBAL.
William Greider dalam bukunya One World, Ready or Not, The Maniac Global Capitalism (1998) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisisme adalah ” kapitalisme global ”. Sesuai dengan watak dari kapitalisme yang rakus dan tidak pernah puas, mereka beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka dnegan memanfaatkan teknologi komputer, mengabaikan kesantunan hidup bersama.Memang kapitalisme global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan namun hanya dinikmati 10 % penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide) menjadi kian menganga. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang yang jumlahnya tidak lebih dari 200.000 orang (termasuk George Soros yang paling terkenal) dan 53.000 MNC yang hanya memperkerjakan 6.000.000 orang di seluruh dunia.Juga institusi seperti IMF, World Bank, WTO. Lembaga-tersebut telah secara langsung maupun tidak langsung membantu liberalisasi ekonomi keseluruh dunia, dimana tahun 1970 an pasar dunia masih merupakan pasar tertutup. (Halwani,2005:201)
Dampak utama yang muncul akibal globalisasi ekonomi adalah bagaimana mengatur ekonomi global itu. Pasar global yang terlepas dari konteks sosialnya sulit sekali diatur sekalipun taruhlah ada kerja sama yang efektif antara pihak yang berwenang mengatur ekonomi dan kepentingan mereka sejalan. Kesulitan utama adalah bagaimana menyusun pola kebijakan nasonal dan internasional yang efektif dan terintegrasi guna menghadapi kekuatan-kekuatan pasar global. Ketergantungan sistematik antara negara dan pasar sama sekali tidak harus berarti akan tercipta secara otomatis integrasi harmonis yang memberikan manfaat pada konsumen dunia, karena pasar global benar-benar bebas dan efisien dalam membagikan sumber dan daya produksinya.
Dampak utama kedua adalah pelaku ekonomi yang banyak berperan dalam model ekonomi global ini adalah perusahaan besar MNC (multi national corporation) dan akan berubah menjadi TNC (trans national corporation). TNC bercirikan murni modal yang bebas mengalir kemana saja (footloose investment) juga industri yang gampang pindah lokasi (footloose industry) tanpa kedudukan nasional, dengan pengelolaan manajemen internasional, dan bersedia beroperasi dimana saja untuk mencari laba sebesar-besarnya. Di sektor keuangan hal ini dapat dicapai dengan mudah, cukup dengan menekan tombol komputer maka lalu lintas modal akan berpindah ke belahan dunia manapun tanpa terpengaruh campur tangan kebijakan moneter nasional sedikitpun.
Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh strategi dan peluang menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh kepentingannya sendiri (maksimalisasi laba). TNC memang merupakan wujud ekonomi global murni.
Namun demikian, bila kita melihat fenomena perilaku perusahaan Jepang yang enggan menempatkan fungsi penelitian dan pengembangan atau proses produksi suku cadang bernilai tinggi di pabrik cabang di negara asing, maka kecenderungan dalam masa depan yang tidak terlalu jauh, yang terlihat adalah perusahaan nasional dengan operasi internasional (MNC) ketimbang TNC.
Dampak ketiga adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan dalam bentuk lalu lintas tenaga kerjadari satu negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal yang bergerak memilih lokasi-lokasi yangh terbaik dari sisi upah buruh dan pasokan tenaga kerja.
Kecenderungan modal bergerak dengan bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja tetap berada di negara masing-masing, akan menguntungkan negara maju yang memiliki angkatan kerja paling siap meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.
Dampak globalisasi yang terakhir dan tidak dapat terelakan adalah bahwa dalam sistem politik internasional muncul pusat-pusat kekuatan baru. Negara yang selama ini memegang kekuasaan hegemoni di dunia tidak dapat lagi memaksakan tujuan kebijakannya sendiri, baik di dalam wilayahnya maupun di tempat lain,sementara lembaga lain (swasta maupun pemerintah) yang selama ini lemah sekarang akan lebih kuat.
Berbagai lembaga, dari lembaga sukarela internasional hingga perusahaan TNC, menikmati kekuasaan yang lebih besar sementara wibawa pemerintah nasional makin turun. Lembaga-lembaga ini dengan menggunakan pasar global dan media global, memperoleh legitimasi dari konsumen dan warga lintas batas.
1. Janji janji Globalisasi
Dampak positif yang dijanjikan globalisasi sangat banyak (Deliarnov, 2006 : 203). Selain menjanjikan memperlancar arus tranportasi dan informnasi; memberikan akses dan alih pengetahuan; memperpanjang usia harapan hidup; melayani masyarakat lebih baik lagi; meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan ekspor; membuat harga lebih murah; meningkatkan standard hidup; mengurangi kemiskinan; mengurangi ekploitasi terhadap tenaga kerja wanita dan anak-anak. Selain daftar kehebatan di atas, globalisasi juga dipandang sebagai salah satu pendorong lahirnya lembaga atau badan yang memberikan banyak bantuan modal (World Bank dan IMF), lembaga yang merupakan wadah pasar bebas (WTO), institusi intergovernmental untuk bantuan perdamaian (PBB); perburuhan (ILO); pendidikan (UNICEF); kesehatan (WHO) dan juga lembaga bantuan sosialm (Palang Merah Internasional)
Benarkah janji-janji tersebut ? Bagi sebagian negara sedang berkembang janji-janji di atas tidak lain adalah mitos belaka. Hal ini terlihat dengan fakta sebagai berikut.
IMF dan World Bank selalu berusaha meyakinkan bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu pertumbuhan. Padahal belum ada teori maupun bukti bahwa liberalisasi pasar betul-betul dapat memacu pertumbuhan (Stiglitz,2001) Pasar bebas justru membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak-pihak melakukan monopoli. Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul tapi justru penggangguran terutama di sektor industri dan pertanian.
Bahwa globalisasi akan membantu negara-negara sedang berkembang meningkatkatkan ekspor dan menyediakan barang dan jasa dengan harga murah. Hal ini juga cuma janji kosong, karena pada kenyataannya negara sedang berkembang justru berhadapan dengan produk dari negara maju yang lebih berkualitas dan harga yang lebih murah. Sedangkan produk negara sedang berkembang sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan berbagai cara.
Globalisasi akan menciptakan lapangan kerja. Hal ini memang tujuan utama didirikannya IMF ; Bank Dunia GATT seperti disarankan oleh JM Keynes, yakni untuk mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Fakta di lapangan ternyata berbicara lain, justru munculnya TNCs di negara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnisnya bersifat capital intensive dan high technology. Menurut Susan George, 200 TNCs terbesar menguasai 25 % kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 % tenaga kerja dunia.
Globalisasi juga dikatakan akan mengurangi eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Dalam prakteknya malah menunjukkan telah terjadi “feminisasi” tenaga kerja, yakni dominannya tenaga kerja perempuan disektor industri dengan upah yang rendah. Bahkan sebagian migran perempuan dari desa-desa itu terjebak trafficking (perdagangan perempuan antar negara).
2. Dampak Globalisasi Ekonomi Terhadap Indonesia.
Sejak tahun 1993, OECD sudah memberi sinyal Indonesia akan dirugikan dengan berlakunya liberalisasi perdagangan internasional. Akan tetapi Soeharto sebagai penguasa Orde Baru yakin sekali dengan prakarsa perdagangan bebas. Akhirnya yang terjadi adalah ramalan OECD tersebut terbukti, yakni Indonesia justru menghadapi persaingan baru dari negara-negara maju yang mampu menghasilkan produk dengan kualitas baik dan harga bersaing, sedang produk Indonesia sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan pencabutan fasilitas kemudahan ekspor yang bernama Generalized System of Preference. GSP ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh Departemen Perdagangan AS kepada sejumlah negara untuk mengurangi dan menghilangkan pajak impor bagi negara yang dianggap berdagang secara “sehat“ dengan AS.
Sejak peristiwa WTC 11 September 2001, AS khususnya melakukan proteksi yang dikemas dengan istilah undang-undang bio-terrorism, iso-labeling, eco-labeling, ditambah embargo ekonomi dan sangsi ekonomi. Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur (waktu itu) membuat Indonesia diembargo dalam pengadaan alat militer dan juga perdagangan ekspor Indonesia ke AS. Tekanan paling keras dilakukan AS terhadap negara industri baru di Asia Timur termasuk Indonesia. Hal ini dilakukan oleh AS guna menyeimbangkan neraca perdagangan As yang merosot pada beberapa tahun terakhir ini. Hal ini tentu berdampak pada perekonomian nasional karena masuknya produk asing, embargo, dan proteksi negara tujuan ekspor khususnya AS menjadikan daya saing produk domestik lemah dan munculnya efek domino karena tutupnya sejumlah industri, yaitu PHK dan pengangguran.
Perluasan ekspor Indonesia terasa makin berat sejak dicabutnya GSP tahun 2005 belum lagi halangan masuk (entry barrier) yang sengaja diciptakan oleh negara maju. Sehingga ekspor tekstil Indonesia tidak memiliki kuota untuk masuk pasar AS. Didalam negeri gempuran produk China terus-menerus terjadi, sehingga beberapa industri domestik rontok dan merumahkan karyawannya.
Globalisasi bukan hanya menggempur pelaku ekonomi di negara sedang berkembang. Globalisasi mampu mengendalikan demokrasi bahkan bertindak lebih jauh dengan mendikte apa yang harus dilakukan pemenang pemilu yang diselenggarakan secara demokratis sekalipun. Rakyat memang menentukan siapa yang menang dalam pemilihan umum. Namun siapa yang akan duduk di kabinet bisa ditentukan oleh konstituen pasar yang berada di sentra finansial global.
Hal di atas bisa terlihat jelas waktu Presiden Soeharto kembali menduduki kursi kepresidenan tahun 1996, Presiden AS Bill Clinton mengutus Walter Mondale datang ke Indonesia membujuk Soeharto agar sepenuhnya melakukan liberalisasi ekonomi sesuai resep dari IMF. Mondale menunjukkan jika Soeharto mengisi kabinetnya dengan menteri yang anti globalisasi maka pasar akan merespon negatif.
Di pasar global Indonesia tidak menghadapi persaingan biasa yang hanya menggantungkan diri pada mekanisme pasar, tetapi Indonesia menghadapi kekuatan yang terpola. Kekuatan ini bisa berbentuk TNCs, MNCs, pemerintahan negara kaya, lembaga dunia seperti IMF, Word Bank dan WTO. Indonesia saat ini berada dalam jebakan “perang modern” yang dimulai dari krisis moneter 1997/1998. (Deliarnov, 2006).
XI.6 PERAN BANK DUNIA DAN IMF DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA.
1. Peranan World Bank Dalam Perekonomian Indonesia
Selama rentang waktu tiga puluh tahun (tahun 1967-1998) dukungan pendanaan yang telah diberikan oleh Bank Dunia mencapai lebih dari US$ 25 miliar. Porsi terbesar dari pembiayaan tersebut disedot oleh pembangunan infrastruktur yakni sebesar 40 %.Sektor pertanian mencapai porsi 19 %, sektor pembangunan perkotaan , air bersih dan sanitasi pencapai 10 %.(Subiyanto dan Riphat, editor, 2004 : 351)
Pada Dekade 1980-an, Bank Dunia mengawali program bantuan untuk merestrukturisasi sektor keuangan, sejalan upaya pemerintah melakukan deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan selama kurun waktu 1990 - 1998 perhatian Bank Dunia tersedot pada masalah lingkungan hidup. Prasyarat lingkungan hidup dijadikan prasyarat dalam memberikan pinjaman pada Indonesia. Misalnya pinjaman pada sektor pertanian dikaitkan dengan penghutanan kembali (reforestration) yang memang sangat penting untuk dilakukan. Bahkan munculnya UU Lingkungan Hidup dan terbentuknya Bapedal juga tidak lepas dari dukungan Bank Dunia.
Perkembangan perekonomian Indonesia sejak Pelaita 1 sampai dengan Pelita VI sangat mengagumkan sehingga Indonesia dianggap sebagai salah salah satu “Asian Miracle”. Stabilitas ekonomi terjaga memungkinkan investor melakukan ekspansi. Bank Dunia terus menindak lanjuti pembiayaan bagi sektor keuangan (tahun fiskal 1993) yang bertujuan untuk memacu liberalisasi sektor keuangan Namun upaya ini gagal karena tidak mencapai hasil yang diharapkan dan membuahkan hasil krisis moneter pada tahun 1997.
Tabel XI.1.
Alokasi Pinjaman Bank Dunia
perSektor (tahun 1969-1998)
Sektor US$ juta
1969-98 %
1969-98 %
1969-79 %
1980-90 %
1990-98
Infrastruktur(migas, telkom, transport) 10,196 40.2 36.9 34.3 46.9
Pertanian
Pendidikan,kesehatan,kependu
dukan,gizi 4,880
3.301 19.2
13.0 34.8
7.3 24.7
11.6 9.5
16.0
Perkotaan, sanitasi &air bersih
Keuangan 2,624
1,818 10.4
7.2 6.1
6.6 6.6
10.4 15.1
4.2
Penyesuaian
Lain-lain 1,200
1,351 4.7
5.3 -
8.3 8.7
3.7 2.2
6.1
Total 25,370 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber : Hutagalung,2004:353
Periode 200-2003 program Bank Dunia terfokus pada penurunan tingkat kemiskinan dengan pendekatan sentralisasi. Tiga tujuan utamanya adalah :1) melanjutkan pemulihan ekonomi; 2) menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab dan tranparan serta 3) menyediakan pelayanan umum yang lebih baik terutama bagi kelompok miskin.
Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan IMF serta menyusun paket Kebijakan Ekonomi Pasca Program IMF yang dikenal dengan “ white paper” untuk membuktikan upaya serius melanjutkan reformasi ekonomi mandiri kendali monitoring pada tangan pemerintah Indonesia. Persoalan ini terkendala dengan masih kuatnya KKN sehingga Bank Dunia menjadikan isu tranparansi dan akuntabilitas menjadi elemen dalam setiap proyeknya.
2. Peranan IMF dalam Stabilitas Perekonomian Indonesia
Pada tahun 1967 Indonesia kembali kerjasama dengan IMF dengan kuota SDR 2 milyar. Sebelumnya juga pernah memberikan pinjaman pada Orde Lama sejumlah US$ 102 juta. Selama tiga dasawarsa dukungan IMF berupa penyediaan fasilitas Stand by Credit (jangka menengah) agar cadangan devisa di BI cukup guna menjaga nilai rupiah. Peran IMF menjadi sangat penting pada saat krisis moneter, yaitu pada saat terjadi kesepakatan antara IMF dengan Indonesia , yaitu berupa Letter of Intent (LOI).
Dengan adanya jaminan IMF serta komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi di berbagai bidang seperti dituangkan dalam LOI, maka skema penjadwalan kembali hutang luar negeri yang jatuh tempo dapat dilakukan melalui skema Paris Club (hutang pemerintah) maupun London Club (hutang pemerintah/BI kepada swasta) Sejumlah US$ 15 miliar pinjaman pokok telah dijadwalkan kembagli pembayarannya melalui Paris Club (US$ 4,2 miliar), Paris Club II (US$ 5,4 miliar) dan Paris Club III(US$ 5,4 miliar). Dengan penjadwalan ini maka tekanan dan beban APBN berkurang.
Secara umum program yang disarankan IMF untuk mengembalikan stabilitas makro-ekonomi dan kepercayaan pasar dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu :
- terwujudnya kerangka makro ekonomi yang kuat
- strategi komprehensif untuk melakukan restrukturisasi sector keuangan
- kebijakan struktural secara umum (termasuk good governance)
Kebijakan makro ekonomi secara umum mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini ditunjukkan dengan membaiknya nilai tukar Rupiah pada Oktober 1998 dan tingkat bunga perbankan mulai menurun. Namun di satu sisi perekonomian mengalami pertumbuhan minus 13 % dan inflasi yang cukup tinggi.
Pada bulan Januari 2000 IMF kembali menyetujui US$ 5 miliar extended fund arrangement (EEF) untuk tiga tahun kedepan dalam rangka mendukung program reformasi ekonomi dan struktural. Programnya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan inflasi, mengurangi hutang hutang publik, mengembangkan pasar modal, reformasi perpajakan, mengurangi subsidi secara bertahap, desentralisasi fiskal, melanjutkan restrukturisasi perbankan dan korporasi, privatisasi dan reformasi diberbagai sektor, serta peningkatan kapasitas kelembagaan dan good governance.
Kemajuan yang cukup strategis dalam penangangan masalah fundamental yang terjadi sejak krisis 1997, mulai berhasil diatasi. Namun sayangnya kemajuan yang berarti tersebut tidak memicu kemajuan di sektor riil. Untuk menggerakkan sektor riil dan memperluas kesempatan kerja diperlukan investasi baru. Ketergantungan Indonesia terhadap IMF memang cukup besar namun hal tersebut dilakukan dalam rangka memulihkan dan menggerakkan perekonomian Indonesia. Namun sejalan dengan amanat MPR untuk segera mengakhiri program IMF, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan menjelang dan sesudah berakhirnya program kerja sama dengan IMF yang ditetapkan dengan Inpres No. 5 Tahun 2003.
Dalam rangka mengakhiri kerjasama dengan IMF maka pemerintah telah menyiapkan program pemulihan ekonomi yang pelaksanaanya dilakukan sendiri oleh pemerintah serta memonitor hasilnya. Peran IMF tetap ada dan dituangkan dalam Post Program Monitoring (PPM) yang merupakan proses konsultsi sebagai terjadi pada negara yang baru saja mengakhiri program dengan IMF.
Setelah tidak lagi kerjasama dengan IMF dan dalam rangka melanjutkan reformasi untuk mendayagunakan kemampuan sumber daya ekonomi dalam negeri dan meningkatkan daya tahan ekonomi secara bekelanjutan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan paket kebijakan pada tahun 2003 dan 2004 yang berisi tiga sasaran pokok, yaitu :
1. Memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi makro;
2. Melanjutkan restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan;
3. Meningkatkan investasi , ekspor dan penciptaan kesempatan kerja.
GLOBALISASI EKONOMI DAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Perekonomian dunia mengalami perubahan sejak dasarwarsa tujuh puluh hingga tahun 2000 an yang bersifat mendasar atau struktural serta mempunyai kecenderungan jangka panjang dan konjungtural. Perubahan dan perkembangan ini dikenal orang dengan istilah globalisasi.
Gejala globalisasi terjadi pada kegiatan finansial, produksi, investasi perdagangan yang kelak berpengaruh pada hubungan antar bangsa dan hubungan antar individu dalam segala aspek kehidupan. Hubungan antar bangsa menjadi lebih saling tergantung yang bahkan menjadikan ekonomi dunia menjadi satu sehinga seolah-olah batas antar negara dalam kegiatan perdagangan, bisnis tidak ada lagi. (borderless world)
Pada umumnya negara di dunia menghadapi perkembangan tersebut dengan melakukan langkah penyesuaian baik dalam wilayah regional maupun masing individu negara yang kecenderungannya mengarah kepada proteksionisme. Hal terlihat jelas dengan munculnya blok blok perdagangan yang pada intinya justru melanggar kesepakatan yang dituangkan dalam WTO.
Globalisasi ekonomi ditandai dengan makin menipisnya batas-batas investasi atau pasar secara nasional, regional ataupun internasional. Hal ini disebabkan oleh : (Halwani, 2005 : 194)
1. Komunikasi dan tranportasi yang semakin canggih,
2. Lalu lintas devisa yang makin bebas,
3. Ekononomi negara yang makin terbuka,
4. Penggunaan secara keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap negara,
5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi yang makin efisien,
6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional (MNC) di hampir segala penjuru dunia.
Steiner (1997) menjelaskan bahwa ada tiga faktor yang mendorong terjadinya perubahan global. Pertama, produk nasional kotor (GNP) tumbuh dan meningkat dengan cepat, terutama di negara-negara maju. Kedua, revolusi dalam teknologi komunikasi. Ketiga, kekuatan-kekuatan yang mempermudah munculnya perusahaan besar berskala global.
11.1 KEBIJAKAN PERDAGANGAN, PELUANG TANTANGAN DUNIA BISNIS DAN PERAN PEMERINTAH DALAM ERA GLOBALISASI EKONOMI
1. Kebijakan Perdagangan.
Kebijakan perdangan dalam periode memasuki era lepas landas diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan untuk memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi.
Kerangka landasan yang ingin dicapai tersebut meliputi unsur sebagai berikut :
• Penciptaan struktur ekspor non migas yang kuat dan tangguh dengan cara melakukan diversifikasi produk maupun pasar serta pelakunya,
• Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor, mempertahan tingkat harga yang stabil dalam negeri,
• Peningkatan daya saing usaha pelaku dalam kegiatan ekonomi perdangan baik dalam negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang kokoh dalam menghadapi pasar dunia yang makin ketat,
• Tranpanransi pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan dengan membangun sistem jaringan perdagangan.
• Meningkatkan peran lembaga penunjang perdagangan seperti badan pelaksana bursa komoditi, pasar lelang, BPEN , dll,
2. Peluang Dan Tantangan bagi Dunia Bisnis
Terbukanya pasar dunia akibat globalisasi ekonomi membuka peluang bisnis antara lain :
• Tersebarnya pasar yang lebih luas skalanya dan terdiversifikasinya barang manufaktur dan produk yang mempunyai nilai tambah tinggi (value added products).
• Terjadi relokasi industri manufaktur dari negara industri maju ke negara-negara sedang berkembang dengan upah buruh yang lebih murah. Sebagai konsekuensi logis dari relokasi industri tersebut, siklus proses bahan baku menjadi produk akhir menjadi lebih pendek. Hal ini akan menurunkan harga per unit serta meningkatkan volume perdagangan.
• Tersedianya sumber pendanaan yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih murah (bunga) karena makin beragamnya portofolio pendanaan terutama bagi negara yang sedang tumbuh perekonomiannya.
Selain memberikan peluang yang terbuka lebar bagi dunia bisnis , globalisasi ekonomi juga memberikan dampak negatif bagi dunia bisnis, antara lain :
• Terjadinya tranfer pricing untuk memarkir dana maupun keuntungan di negara yang menganut tax shelter (memberikan perlindungan terhadap pesembunyian kewajiban membayar pajak).
• Relokasi industri karena footlose industry membawa pula teknologi kadaluwarsa ke negara sedang berkembang (host country), hal ini terjadi di negara asalnya (home country) teknologi yang dipakai industri tersebut ketinggalan jaman.
• Masuknya FDI (foreign direct investment) dengan teknologi canggih, seringkali tidak diimbangi dengan tersedianya sumberdaya manusia yang siap mengoperasikannya sehingga membuat ketergantungan pada negara asal investasi tersebut.
• Masuknya FDI juga seringkali menimbulkan trade off politis, yang merugikan masyarakat dan pelaku bisnis di dalam negeri.
3. Peran Negara Bangsa Dalam Era Global
Robert Gil;pin , salah satu tokoh realis menyatakan, peran negara bangsa (nation state) dalam era globalisasi sekarang ini masih sangat diperlukan (signifikan). Gilpin pada awalnya menggugat beberapa keyakinan yang dianut pendukung globalisasi dan pasar bebas . Menurut Gilpin banyak peneliti mempunyai keyakinan bahwa tengah terjadi pergeseran besar dari ekonomi state dominated ke arh ekonomi market dominated. Hancurnya Uni Soviet, kegagalan strategi subtitusi impor negara dunia ketiga, dan suksesnya AS pada era 1990 an telah mendoring penerimaan unrestricted market sebagai solusi bagi penyakit ekonomi modern. Karena peran negara menjadi berkurang sebagai gantinya pasar akan menjadi mekanisme penting baik untuk perekonomian domestik maupun perekonomian internasional. Menurutnya peran negara bangsa diyakini akan menjadi pembuka kearah ekonomi global yang sesungguhnya , yang dicirikan oleh tiadanya hambatan dalam perdagangan , aliran uang dalam skala global dan kegiatan internasional perusahaan multinasional (Gilpin, dalam Winarno, 2005)
Namun fakta regionalisme ekonomi diberbagai belahan dunia membuktikan bahwa peran negara bangsa masih relevan. Regionalisme ini menunjukkan respon penting dari negara bangsa dalam menyelesaikan secara bersama-sama masalah politik dan interdependensi yang tinggi dari ekonomi global yang hypercompetitive.Dibanding regionalisme pada tahun 1950 an dan 1960 an , bentuk reginalisme baru ini lebih signifikan dalam ekonomi global. Kadangkala regionalisme ekonomi ini mewakili kepentingan individual negara bangsa baik untuk kepentingan mereka di level nasional maupun kolektif.
Karena ekonomi global semakin terintegrasi, pengelompokan regional negara bangsa telah meningkatkan kerjasama dalam rangka memperkokoh otonomi, memperbaiki posisi tawar, dan memperjuangkan kepentingan ekonomi politik lainnnya. Dimasa sekarang ini peran negara bangsa justru dibutuhkan demi berlakunya perdagangan bebas seperti harapan neoliberal . Hambatan-hambatan perdagangan tidak mungkin dihilangkan tanpa adanya dukungan kebijakan yang pada gilirannya makin menunjukkan peran negara bangsa makin diperlukan dalam perekonomian global.
11.2 LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM GLOBALISASI EKONOMI
Terdapat tiga lembaga utama yang mengatur globalisasi yaitu IMF, World Bank dan WTO.
1. International Monetary Fund (IMF)
Salah satu lembaga yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi pasar bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme, yaitu IMF. Cikal bakal munculnya lembaga super tersebut sewaktu diadakan pertemuan di Bretton Woods , New Hampshire AS Juli 1944. Di bidang moneter dibentuklah International Monetary Fund (IMF) dengan tugas utama mengatur system keuangan dan sistem nilai tukar internasional.
Ide terbentuknya IMF terdiri atas ;
• Untuk meningkatkan jumlah cadangan negara yang memungkinkan negara tersebut mengatasi depresi tanpa melakukan kebijakan deflasi, devaluasi, dan pembatasan import. Baik devaluasi maupun pembatasan impor akan menimbulkan lingkaran setan yang akan membantu suatu negara yang bersifat sementara namun memperburuk perekomian dalam jangka panjang.
• Untuk memperbaiki posisi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Ide Keynes adalah untuk menciptakan mekanisme internasional dengan memberikan cara yang baik untuk memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayaran.
• Hasil penelitian menunjukkan upaya negara dalam menanggulangi ketidakseimbang neraca pembayaran adalah melakukan devaluasi.
• Keynes melemparkan ide untuk mendirikan bank sentral yang memberikan kredit skala dunia.
Maka sebagai reliasasi ide tersebut IMF didirikan tahun 1944 pada konferensi internasional yang berlangsung di Bretton Wood Amerika Serikat dan mulai beroperasi 1 Maret 1947. IMF didirikan sebagai pemberi pinjaman terakhir (Lender of Last Resort) untuk pemerintah di berbagai penjuru dunia. IMF beroprasi atas dasar kontribusi 182 negara anggota. AS merupakan kontributor terbesar sekitar 18 % dari keseluruhan.
Peran IMF sebagai lembaga yang mengatur ekonomi global ditentukan oleh tiga asumsi sebagai berikut :
1. IMF merupakan alat intervensi Departemen Keuangan AS terhadap negara berkembang.
2. Banyak lembaga keuangan dunia yang ingin berhubungan dengan IMF yang menjanjikan dana darurat sebagai imbalan menjalankan kebijakan ekonomi yang dinilai baik.
3. Citra yang diciptakan seputar kekuatan institusional IMF yang seolah tidak pernah salah. Negara pengutang yang berbeda pandangan dengan IMF akan dinilai dunia internasional sebagai pembangkang.
IMF dituntut untuk dapat mencegah depresi global lainnya. Yang dapat dilakukan dengan melakukan tekanan internasional pada negara yang tidak melalukan peran mereka untuk memelihara permintaan agregat secara global, dengan membiarkan perekonomian mereka sendiri jatuh. IMF didirikan dengan keyakinan bahwa perlu ada tindakan kolektif pada tingkat global agar tercipta stabilitas ekonomi.
Perubahan peran yang dramatis dalam IMF terjadi ketika tahun 1980-an, di era ketika Ronald Reagan dan Margareth Thatcher menyuarakan ideologi pasar bebas di AS dan Inggris. IMF dan Bank Dunia menjadi lembaga –lembaga misionaris baru, yang dengannya ide-ide tersebut dipaksakan pada negara-negara miskin yang sering membutuhkan pinjaman dan bantuan mereka.
Setengah abad setelah pendiriannya, terbukti bahwa IMF gagal dalam menjalankan misinya. IMF belum melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Diperkirakan hampir seratus negara mengalami krisis, lebih buruk lagi kebanyakan kebijakan yang didorong oleh IMF, khususnya leberalisasi pasar modal yang premature memberikan andil dalam memunculkan ketidakstabilan global. (Stiglitz, 2002:19)
2. World Bank
Lembaga lain yang sangat berpengaruh terhadap penciptaan sistem ekonomi pasar bebas dunia sesuai agenda Neoliberalisme, yaitu World Bank. Cikal bakal munculnya lembaga super tersebut sewaktu diadakan pertemuan di Bretton Woods, New Hampshire AS Juli 1944. Dari pertemuan tersebut dibentuklah sebuah lembaga yang khusus menangani masalah dalam pembangunan ekonomi, yakni IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) yang kemudian lebih dikenal sebagai World Bank.
Mulanya tujuan didirikan IBRD adalah untuk membiayai pembangunan kembali ekonomi Eropa setelah Perang Dunia II, fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi lebih luas, tidak lagi terbatas pada upaya rekonstruksi akibat perang, tetapi juga pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antar negara. Saat ini upaya Bank Dunia ini fokus pada pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015.
3. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan World Trade Organization (WTO)
GATT merupakan salah satu intrumen dimana sistem ekonomi dunia yang bersandar pada pasar bebas hendak dilakukan. Melalui GATT yang kemudian menjadi WTO, secara sistematis dan intensif agenda negara-negara maju yang didominasi gagasan neoliberal mendesakkan agenda leberalisasi dan perdagangan bebas.
GATT ini bertolak dari pemikiran keunggulan komparatifnya David Ricardo, yang beranggapan bahwa dengan perdagangan internasional yang bebas akan memberikan kemakmuran pada negara yang melakukan spesialisasi diri pada produk tertentu dengan biaya yang lebih murah dan kualitas lebih kompetitif.
Berdasar pemikiran di atas maka GATT dibentuk pada tahun 1948 dengan tiga prinsip utama. Prinsip pertama ialah most favoured nation (MFN), yang berisi ketentuan bahwa suatu negara memberikan perlakuan yang istimewa kepada negara partner dagangnya dan hendaknya juga memperlakukan hal yang sama istimewanya kepada negara lain yang melakukan transaksi perdagangan dengan negara yang bersangkutan. Perlakuan ini harus tercermin pada tarif impor, pajak ekspor, dan pungutan lainnya. Prinsip MFN bertujuan agar negara yang melakukan transaksi perdagangan internasional lebih mengutamakan sistem multilateral yang kooperatif dari pada pembentukan aliansi bilateral dalam perdagangan internasional.
Pinsip kedua adalah reciprocity. Penurunan tarif atau penghapusan tarif hendaknya dilakukan melalui perundingan dengan negara patner dagangnya. Sedang Prinsip ketiga adalah non-discrimination, bahwa setiap impor telah masuk ke pasar domestik suatu negara hendaklah diperlakukan sama dengan barang domestik.
Pada kenyataannya, prinsip prinsip GATT di atas justru banyak dilanggar sendiri oleh negara-negara maju dan yang menjadi korbannya adalah negara-negara sedang berkembang. Dalam prakteknya terlihat jelas bahwa GATT dibuat tidak lebih dari untuk kepentingan negara-negara maju, sehingga tidak salah kalau GATT diberi julukan sebagai “The Richman’s Club” Maka untuk mengatasi persoalan yang timbul akibat praktek GATT tersebut, dilakukanlah Putaran Uruguay (Uruguay Round) yang menghasilkan lembaga baru yang bernama World Trade Organization (WTO). Lembaga ini sebenarnya prinsip kerjanya tidak berbeda jauh dengan GATT namun memiliki kewenangan yang lebih besar dan keputusannya bersifat mengikat negara anggotanya.
XI.3 TINGKATAN GLOBALISASI DAN SUDUT PANDANG TERHADAP GLOBALISASI
1. Tingkatan Globalisasi
Menurut Susan dan Strange (Halwani, 2005:197) globalisasi terjadi pada berbagai tingkatan.Pertama, dengan mengacu pada gagasan sejarawan Perancis, Fernand Braudel, globalisasi terjadi pada tingkat material life, yang dimaksud adalah terciptanya struktur produksi global yang menentukan barang dan jasa apa yang dihasilkan oleh negara untuk kelangsun gan dan kenikmatan hidup. Produksi barang dan jasa itu beroritentasi ke pasar global dan tidak hanya terbatas pasar nasional saja.
Kedua, globalisasi juga terjadi pada struktur keuangan, pembiayaan proses produksi lewat kegiatan investasi kian membutuhkan ruang yang bersifat global sehingga ada kecenderungan teritoral state tidak lagi menjadi space yang relevan dan memadai bagi strategi investasi. Selain itu ada ledakan pertumbuhan transaksi keuangan internasional. Salah satu indikator dari globalisasi keuangan ini adalah tingkat pertumbuhan yang jauh lebih cepat dari perdagangan uang asing setiap harinya dibanding dengan total ekspor dunia. Lairson dan Skidmore (2000) menunjukkan pada tahun 1986 rasionya adalah 25:1, tahun 1995 rasionya 81:1 maka pada tahun telah menjadi 107 :1.
Ketiga, globalisasi terjadi pada tingkatan persepsi, keyakinan, gagasan dan selera. Nilai-nilai seperti demokratisasi, perlindungan HAM, pelestarian lingkungan hidup telah menjadi isu-isu global. Salah satu contoh yang merepotkan negara sedang berkembang dari segi penanganan HAM adalah prinsip humanitarian intervention yang dilakukan PBB atas nama dunia internasional, dimana saja ada pelanggaran HAM berskala besar yang selalu dikaitkan dengan embargo ekonomi. Sedangkan keputusan ini banyak dilakukan oleh negara-negara besar di Dewan Keamanan PBB.
2. Sudut Pandang Terhadap Globalisasi
David Held at.al,(1999) membagi pendapat para pakar dalam memandang dan menyikapi globalisasi dalam tiga kelompok, yakni kelompok hiperglobalis, kelompok skeptis dan kelompok transformationalis. Bagi kelompok hiperglobalis pengertian globalisasi adalah sejarah baru kehidupan manusia dimana negara tradisional telah menjadi tidak relevan lagi, lebih-lebih menjadi tidak mungkin dalam unit-unit bisnis dalam sebuah ekonomi global. Kelompok ini percaya globalisasi ekonomi membawa serta gejala “denasionalisasi” ekonomi melalui pendirian jaringan jaringan produksi trasnasional (transnasional networks) , perdagangan, dan keuangan. Dalam dunia yang “ borderless ” peran pemerintah tidak lebih seperti transmission belts bagi kapital global. Lebih lanjut kelompok ini percaya globalisasi ekonomi tengah membangun bentuk baru organisasi social yang tengah menggantikan atau akhirnya akan menggantikan negara bangsa (nation states) sebagai lembaga ekonomi utama dan unit politik dari masyarakat dunia.
Kenichi Ohmae sebagai pendukung hiperglobalis dalam buku The End of nation State (1995) yang sering dijadikan manifesto hiperglobalis, berargumen bahwa setidaknya ada empat faktor yang membuat peran negara bangsa di era “dunia tanpa batas negara“ (a world without borders) makin menipis.Negara bangsa tidak lagi memiliki sumber-sumber tanpa batas yang dapat dimanfaatkan secara bebas untuk mewujudkan ambisi mereka. Empat faktor tersebut oleh Ohmae disebut sebagai empat I (investment, industry, information technology dan individual). Investasi sebagai I yang pertama adalah pasar modal di negara maju yang dibanjiri uang tunai untuk invesasi, karena peluang investasi tidak selalu ada maka pasar modal mengembangkan berbagai mekanisme uintuk mentranfer dana keuangan itu melintasi batas-batas nasional. Dengan kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan aliran dana ini menyebar dengan cepat keseluruh penjuru dunia. Namun investasi ini juga menimbulkan dampak buruk bagi negara bangsa yang struktur ekonomi dan keuangannya rapuh. Kasus Asia Timur, dan Asia Tenggara adalah contoh yang jelas akibat globalisasi keuangan ini.
Industri yang merupakan I ke dua, adalah industri yang mempunyai orientasi global dibanding sepuluh tahun lalu. Strategi perusahaan TNC dan MNC tidak lagi dikendalikan oleh alasan negara namun lebih pada keinginan dan kebutuhan melayani dan mencari sumber-sumber ekonomi di seluruh dunia.
Pergerakan investasi dan industri keseluruh dunia tidak lepas berkat kemajuan I yang ketiga yaitu information technology. Juga ditambah dengan makin murahnya tranportasi menyebabkan perusahaan transnasional dan aliran modal global makin gampang bergerak ke seluruh dunia. Teknologi informasi pulalah yang menyebabkan integrasi, interdependensi dan interlink semua aspek kehidupan baik itu budaya, ekonomi dan politik sehingga terciptalah globalisasi budaya, globalisasi ekonomi dan globalisasi politik.
Individual sebagai I keempat, menunjukkan individu di seluruh dunia makin berorientasi global. Teknologi informasi memungkinkan individu melihat, membeli dan berperilaku seperti dilakukan dibelahan dunia lain. Hal ini terutama terlihat pada gaya hidup yang banyak meniru perilaku individu di negara maju. Konsumen makin menginginkan produk berkualitas, murah tanpa menghiraukan darimana produk tersebut berasal. Fenomena ini dikenal sebagai international demonstration effect.
Berlawanan dengan kelompok pertama, kelompok kedua ini disebut sebagai kelompok skeptis terhadap globalisasi. Hirst dan Thompson sebagai pendukung kelompok skeptis, menyerang tesis hiperglobalis yang menganggap remeh peran kekuasaan pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan ekonomi internasional. Bahkan Hirst dan Thompson menganggap globalisasi adalah mitos belaka. Kelompok skeptis ini berpendapat bahwa kekuatan global itu sendiri sangat tergantung pada kekuasaan mengatur pemerintahan nasional untuk menjamin liberalisasi ekonomi terus berlanjut. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa sebenarnya proses globalisasi hanya berlangsung di Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Sedangkan kekuatan regionalisme menjadi satu ciri yang menunjukkan peran negara bangsa.
Kelompok ketiga ini terletak diantara pandangan ekstrim hiperglobalis dan skeptis, kelompok ini dikenal dengan nama transformasionalis. Kelompok ini berkeyakinan bahwa pada permulaan milineum baru, globalisasi adalah kekuatan utama dibalik perubahan sosial, ekonomi dan politik yang tengah menentukan kembali masyarakat masyarakat modern dan tantanan dunia (world order). Penganut kelompok ini meyakini proses globalisasi yang tengah berlangsung saat ini secara historis belum pernah terjadi sebelumnya dimana tak lama lagi perbedaan antara internasional dan domestik, hubungan internal dan eksternal tidak lagi menjadi jelas. Meskipun mereka juga mengakui bahwa proses globalisasi mempunyai akar sejarah yang panjang.
Mengenai peran negara bangsa, kelompok tranformasionalis berpendapat bahwa globalisasi yang tengah berlangsung saat ini sedang mengatur kembali kekuasaan, fungsi dan otoritas pemerintahan nasional. Peran negara harus disejajarkan dalam berbagai tingkat dengan perluasan yurisdiksi lembaga pengaturan internasional sebagai mana kewajiban yang berasal dari hukum internasional. Artinya peran negara bangsa sejajar dengan lembaga internasional dan perusahaaan transnasional.
David Held dalam buku Global Tranformation (2000) sebagai kelompok tranformatif ini menyatakan bahwa globalisasi masa lampau dengan sekarang berbeda jauh karena tiga hal yaitu ; velocity, intensity dan extensity. Karena tiga hal tersebut globalisasi sekarang menimbulkan dampak dahsyat dibanding globalisasi sebelumnya. Namun bukan berarti telah melabrak segala sesuatunya hingga hilang, budaya lokal dan negara bangsa (nation state) tetap ada.
XI.4 MODEL-MODEL DALAM SISTEM EKONOMI GLOBAL
Terlepas dari suka atau tidak suka, proses globalisasi meskipun belum jelas tipe idealnya terus terlanjut karena kekuatan-keuatan internal (pasar, informasi, teknologi dan kontrol) Namun untuk kepentingan ilmu ekonomi dan ilmu pengetahuan pada umumnya bentuk masa depan sistem ekonomi internasional atau system ekonomi global tetap penting untuk dipetakan. Hirst dan Thompson (1996) mengajukan dua model ideal, yaitu : 1) ekonomi internasional yang terbuka (an open international economy) dan 2) ekonomi global purna ( a fully globalized economy)
Model I: Ekonomi internasional
Model pertama ini merupakan system ekonomi yang masih bercirikan ekonomi nasional masing-masing negara. Hubungan perdagangan dan investasi antar bangsa tidak serta merta menhilangkan identitas sistem ekonomi nasional, tapi lebih merupakan dinamika hubungan keluar (outward looking) dari masing-masing pelaku. Meskipun demikian, hubungan intensif dalam uda bidang tersebut terus membawa pelaku-pelaku ekonomi nasional berintegrasi ke pasar internasional. Pemisahan identitas dan kebijakan pada dua level (nasional dan internasional) masih tetap terlihat dengan jelas.
Model ekonomi internasional seperti ini mencirikan saling ketergantungan antar bangsa, tetapi tetap terpisah antara entitas ekonomi nasional dengan aspek internasionalnya. Kejadian kejadian pada tingkat internasional tidak otomatis mempengaruhi ekonomi domestik, tetapi justru diserap dengan berbagai proses khas dari ekonomi nasional itu sendiri. Dengan demikian kebijakan pada tingkat nasional masih mempunyai kekuatan terhadap sisi dan elemen kehidupan masyarakat.
Tipe seperti ini mirip seperti ekonomi Inggris dan Eropa abad pertengahan sampai 1914. Ekonomi Inggris menjadi pusat hegemoni dan penjamin berlangsungnya sistem itu. Tetapi setelah PD II, kekuatan hegemoni Inggris mulai surut karena melemahnya sistem industri negara itu – inilah yang kemudian menghasilkan kebangkitan proteksionisme, terutama setelah 1930 an, sekaligus menandakan datangnya hegemoni baru, yakni Amerika Serikat dengan berlakunya Bretton Wood.
Sistem ekonomi internasional juga ditandai oleh bangkitnya perusahaan multinasional (MNC, Multi National Corporation). Meskipun demikian MNC masih bias diidentifikasikan basis negaranya dan tetap mengikuti tata aturan dan kebijakan nasional masing-masing. Ekonomi internasional sekarang memang diarahkan lebih terbuka, diikuti oleh kebangkitan lembaga-lembaga seperti WTO/GATT, APEC dan lain sebagainya. Lembaga ini dibuat untuk menjaga keterbukaan ekonomi negara anggotanya meskipun pada kenyataannya negara maju lebih banyak diuntungkan. Sistem ekonomi internasional semakin intensif berinteraksi satu sama lain pada akhir abad ke-20 ketika revolusi teknologi komunikasi dan informasi muncul.
Model II : Ekonomi Global (globalized economy)
Model kedua ini pada dasarnya merupakan kebalikan dari model pertama dimana ekonomi internasional hanya merupakan bagian integral dari segenap proses, transaksi dan perkembangan global. Ekonomi global tercipta dan saling berinteraksinya ekonomi nasional mengarah ke bentuk kekuatan baru. Dengan demikian kebijakan pada tingkat nasional maupun kebijakan bisnis pada tingkat perusahaan tidak lain sebagai perwujudan dan penyatuan kekuatan-kekuatan pasar global. Kebijakan, kegiatan dan interaksi pada tingkat nasional diintegrasikan ketingkat global.
Meskipun demikian kegiatan dan sistem ekonomi yang mengglobal membawa persoalan : “Bagaimana dengan institusi pemerintah pada tingkat yang sama (internasional), yang menyertai institusi pasar global ?” Masalah ini merupakan isu krusial karena tanpa mekanisme pemerintahan, institusi pasar akan berkembang pada tatanan yang amat riskan, tidak adil, mendekati hukum rimba dan tidak akan mampu mengakomodasikan nilai moral dan etika.
Institusi pasar pada tingkat nasional terlepas apakah terinteraksi dengan negara lain atau tidak) senantiasa berkembang berdampingan dengan institusi negara atau pemerintahan (state institution governance). Dalam kenyataannya, tidak mungkin institusi pasar berkembang tanpa pengaturan yang dikeluarkan oleh negara. Institusi pasar tidak bias dibiarkan berjalan sendiri tanpa basis institusi negara.
Institusi negara, sistem, praktek dan para pelaku di dalamnya, berperan menjaga keseimbangn mekanisme pasar sehingga berperan positif bagi pelaku-pelakunya, bersifat adil, dan berfungsi sebagai penyangga bagai berlangsungnya sistem ekonomi yang sehat. Secara teoritis, mekanisme pasar berjalan sinambung, sehat dan adil dalam panduan institusi negara. Jika terdapat kecenderungan penguasaan pasar, blokade, integrasi vertikal-horizontal, monopoli, kartel dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya maka tugas institusi negaralah yang meluruskannya agar tercipta pemerataan kekayaan dan partisipasi pelakunya, redistribusi, stabilisasi ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun dalam model ekonomi global, institusi negara dalam bentuk governance pada tingkat internasional tidak bisa hadir dengan sendirinya tanpa konsensus kolektif negara anggotanya. Institusi pada tingkat inilah yang tidak berkembang dengan baik, terbukti dengan krisis yang terjadi sejak tahun 1930an (depresi), tahun 1970-an (krisis minyak), sampai akhir 1990-an (krisis mata uang di Asia), menunjukkan berperannya institusi governance pada tingkat internasional.
XI.5 DAMPAK EKONOMI GLOBAL.
William Greider dalam bukunya One World, Ready or Not, The Maniac Global Capitalism (1998) melontarkan tesisnya bahwa motor dibalik globalisisme adalah ” kapitalisme global ”. Sesuai dengan watak dari kapitalisme yang rakus dan tidak pernah puas, mereka beramai-ramai menguras kekayaan dunia, masuk ke kantong mereka dnegan memanfaatkan teknologi komputer, mengabaikan kesantunan hidup bersama.Memang kapitalisme global telah memberikan kenyamanan dan kemudahan namun hanya dinikmati 10 % penduduk dunia. Sementara jurang antara kaya dan miskin (istilah baru, digital devide) menjadi kian menganga. Kapitalis global ini terdiri atas spekulan uang yang jumlahnya tidak lebih dari 200.000 orang (termasuk George Soros yang paling terkenal) dan 53.000 MNC yang hanya memperkerjakan 6.000.000 orang di seluruh dunia.Juga institusi seperti IMF, World Bank, WTO. Lembaga-tersebut telah secara langsung maupun tidak langsung membantu liberalisasi ekonomi keseluruh dunia, dimana tahun 1970 an pasar dunia masih merupakan pasar tertutup. (Halwani,2005:201)
Dampak utama yang muncul akibal globalisasi ekonomi adalah bagaimana mengatur ekonomi global itu. Pasar global yang terlepas dari konteks sosialnya sulit sekali diatur sekalipun taruhlah ada kerja sama yang efektif antara pihak yang berwenang mengatur ekonomi dan kepentingan mereka sejalan. Kesulitan utama adalah bagaimana menyusun pola kebijakan nasonal dan internasional yang efektif dan terintegrasi guna menghadapi kekuatan-kekuatan pasar global. Ketergantungan sistematik antara negara dan pasar sama sekali tidak harus berarti akan tercipta secara otomatis integrasi harmonis yang memberikan manfaat pada konsumen dunia, karena pasar global benar-benar bebas dan efisien dalam membagikan sumber dan daya produksinya.
Dampak utama kedua adalah pelaku ekonomi yang banyak berperan dalam model ekonomi global ini adalah perusahaan besar MNC (multi national corporation) dan akan berubah menjadi TNC (trans national corporation). TNC bercirikan murni modal yang bebas mengalir kemana saja (footloose investment) juga industri yang gampang pindah lokasi (footloose industry) tanpa kedudukan nasional, dengan pengelolaan manajemen internasional, dan bersedia beroperasi dimana saja untuk mencari laba sebesar-besarnya. Di sektor keuangan hal ini dapat dicapai dengan mudah, cukup dengan menekan tombol komputer maka lalu lintas modal akan berpindah ke belahan dunia manapun tanpa terpengaruh campur tangan kebijakan moneter nasional sedikitpun.
Dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri primer, TNC akan mencari sumber daya alam, memproduksi dan memasarkan barang di tingkat dunia sejauh strategi dan peluang menguntungkannya. TNC tidak lagi berbasis di satu negara saja (seperti halnya MNC) akan tetapi melayani seluruh penjuru dunia. TNC juga tidak dapat dihambat dan dikendalikan oleh kebijakan negara manapun kecuali oleh kepentingannya sendiri (maksimalisasi laba). TNC memang merupakan wujud ekonomi global murni.
Namun demikian, bila kita melihat fenomena perilaku perusahaan Jepang yang enggan menempatkan fungsi penelitian dan pengembangan atau proses produksi suku cadang bernilai tinggi di pabrik cabang di negara asing, maka kecenderungan dalam masa depan yang tidak terlalu jauh, yang terlihat adalah perusahaan nasional dengan operasi internasional (MNC) ketimbang TNC.
Dampak ketiga adalah melemahnya posisi tawar politik dan ekonomi serikat buruh. Pasar global dan TNC cenderung disertai pasar tenaga kerja dunia yang terbuka pula. Namun operasi pasar tenaga kerja dunia bukan dalam bentuk lalu lintas tenaga kerjadari satu negara ke negara lain, tetapi dalam bentuk arus modal yang bergerak memilih lokasi-lokasi yangh terbaik dari sisi upah buruh dan pasokan tenaga kerja.
Kecenderungan modal bergerak dengan bebas dari satu negara ke negara lain (footloose investment), sementara angkatan kerja tetap berada di negara masing-masing, akan menguntungkan negara maju yang memiliki angkatan kerja paling siap meskipun biaya overhead dan jaminan sosial tinggi dilihat dari kompetensi keterampilan dan motivasi kerja.
Dampak globalisasi yang terakhir dan tidak dapat terelakan adalah bahwa dalam sistem politik internasional muncul pusat-pusat kekuatan baru. Negara yang selama ini memegang kekuasaan hegemoni di dunia tidak dapat lagi memaksakan tujuan kebijakannya sendiri, baik di dalam wilayahnya maupun di tempat lain,sementara lembaga lain (swasta maupun pemerintah) yang selama ini lemah sekarang akan lebih kuat.
Berbagai lembaga, dari lembaga sukarela internasional hingga perusahaan TNC, menikmati kekuasaan yang lebih besar sementara wibawa pemerintah nasional makin turun. Lembaga-lembaga ini dengan menggunakan pasar global dan media global, memperoleh legitimasi dari konsumen dan warga lintas batas.
1. Janji janji Globalisasi
Dampak positif yang dijanjikan globalisasi sangat banyak (Deliarnov, 2006 : 203). Selain menjanjikan memperlancar arus tranportasi dan informnasi; memberikan akses dan alih pengetahuan; memperpanjang usia harapan hidup; melayani masyarakat lebih baik lagi; meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan ekspor; membuat harga lebih murah; meningkatkan standard hidup; mengurangi kemiskinan; mengurangi ekploitasi terhadap tenaga kerja wanita dan anak-anak. Selain daftar kehebatan di atas, globalisasi juga dipandang sebagai salah satu pendorong lahirnya lembaga atau badan yang memberikan banyak bantuan modal (World Bank dan IMF), lembaga yang merupakan wadah pasar bebas (WTO), institusi intergovernmental untuk bantuan perdamaian (PBB); perburuhan (ILO); pendidikan (UNICEF); kesehatan (WHO) dan juga lembaga bantuan sosialm (Palang Merah Internasional)
Benarkah janji-janji tersebut ? Bagi sebagian negara sedang berkembang janji-janji di atas tidak lain adalah mitos belaka. Hal ini terlihat dengan fakta sebagai berikut.
IMF dan World Bank selalu berusaha meyakinkan bahwa liberalisasi dan globalisasi akan memicu pertumbuhan. Padahal belum ada teori maupun bukti bahwa liberalisasi pasar betul-betul dapat memacu pertumbuhan (Stiglitz,2001) Pasar bebas justru membuat pasar domestik tidak efisien jika ada pihak-pihak melakukan monopoli. Masuknya produk asing justru mendesak dan mematikan produk dalam negeri sehingga bukannya pertumbuhan yang timbul tapi justru penggangguran terutama di sektor industri dan pertanian.
Bahwa globalisasi akan membantu negara-negara sedang berkembang meningkatkatkan ekspor dan menyediakan barang dan jasa dengan harga murah. Hal ini juga cuma janji kosong, karena pada kenyataannya negara sedang berkembang justru berhadapan dengan produk dari negara maju yang lebih berkualitas dan harga yang lebih murah. Sedangkan produk negara sedang berkembang sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan berbagai cara.
Globalisasi akan menciptakan lapangan kerja. Hal ini memang tujuan utama didirikannya IMF ; Bank Dunia GATT seperti disarankan oleh JM Keynes, yakni untuk mengatasi kegagalan pasar dan mendorong peran pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Fakta di lapangan ternyata berbicara lain, justru munculnya TNCs di negara berkembang menimbulkan pengangguran karena biasanya bisnisnya bersifat capital intensive dan high technology. Menurut Susan George, 200 TNCs terbesar menguasai 25 % kekayaan dunia, tapi tidak banyak menyerap tenaga kerja. Sedangkan 6000 TNCs yang menguasai sepertiga perdagangan dunia hanya mampu menyerap kurang dari 1 % tenaga kerja dunia.
Globalisasi juga dikatakan akan mengurangi eksploitasi terhadap tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Dalam prakteknya malah menunjukkan telah terjadi “feminisasi” tenaga kerja, yakni dominannya tenaga kerja perempuan disektor industri dengan upah yang rendah. Bahkan sebagian migran perempuan dari desa-desa itu terjebak trafficking (perdagangan perempuan antar negara).
2. Dampak Globalisasi Ekonomi Terhadap Indonesia.
Sejak tahun 1993, OECD sudah memberi sinyal Indonesia akan dirugikan dengan berlakunya liberalisasi perdagangan internasional. Akan tetapi Soeharto sebagai penguasa Orde Baru yakin sekali dengan prakarsa perdagangan bebas. Akhirnya yang terjadi adalah ramalan OECD tersebut terbukti, yakni Indonesia justru menghadapi persaingan baru dari negara-negara maju yang mampu menghasilkan produk dengan kualitas baik dan harga bersaing, sedang produk Indonesia sulit masuk ke pasar negara maju karena dihambat dengan pencabutan fasilitas kemudahan ekspor yang bernama Generalized System of Preference. GSP ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh Departemen Perdagangan AS kepada sejumlah negara untuk mengurangi dan menghilangkan pajak impor bagi negara yang dianggap berdagang secara “sehat“ dengan AS.
Sejak peristiwa WTC 11 September 2001, AS khususnya melakukan proteksi yang dikemas dengan istilah undang-undang bio-terrorism, iso-labeling, eco-labeling, ditambah embargo ekonomi dan sangsi ekonomi. Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur (waktu itu) membuat Indonesia diembargo dalam pengadaan alat militer dan juga perdagangan ekspor Indonesia ke AS. Tekanan paling keras dilakukan AS terhadap negara industri baru di Asia Timur termasuk Indonesia. Hal ini dilakukan oleh AS guna menyeimbangkan neraca perdagangan As yang merosot pada beberapa tahun terakhir ini. Hal ini tentu berdampak pada perekonomian nasional karena masuknya produk asing, embargo, dan proteksi negara tujuan ekspor khususnya AS menjadikan daya saing produk domestik lemah dan munculnya efek domino karena tutupnya sejumlah industri, yaitu PHK dan pengangguran.
Perluasan ekspor Indonesia terasa makin berat sejak dicabutnya GSP tahun 2005 belum lagi halangan masuk (entry barrier) yang sengaja diciptakan oleh negara maju. Sehingga ekspor tekstil Indonesia tidak memiliki kuota untuk masuk pasar AS. Didalam negeri gempuran produk China terus-menerus terjadi, sehingga beberapa industri domestik rontok dan merumahkan karyawannya.
Globalisasi bukan hanya menggempur pelaku ekonomi di negara sedang berkembang. Globalisasi mampu mengendalikan demokrasi bahkan bertindak lebih jauh dengan mendikte apa yang harus dilakukan pemenang pemilu yang diselenggarakan secara demokratis sekalipun. Rakyat memang menentukan siapa yang menang dalam pemilihan umum. Namun siapa yang akan duduk di kabinet bisa ditentukan oleh konstituen pasar yang berada di sentra finansial global.
Hal di atas bisa terlihat jelas waktu Presiden Soeharto kembali menduduki kursi kepresidenan tahun 1996, Presiden AS Bill Clinton mengutus Walter Mondale datang ke Indonesia membujuk Soeharto agar sepenuhnya melakukan liberalisasi ekonomi sesuai resep dari IMF. Mondale menunjukkan jika Soeharto mengisi kabinetnya dengan menteri yang anti globalisasi maka pasar akan merespon negatif.
Di pasar global Indonesia tidak menghadapi persaingan biasa yang hanya menggantungkan diri pada mekanisme pasar, tetapi Indonesia menghadapi kekuatan yang terpola. Kekuatan ini bisa berbentuk TNCs, MNCs, pemerintahan negara kaya, lembaga dunia seperti IMF, Word Bank dan WTO. Indonesia saat ini berada dalam jebakan “perang modern” yang dimulai dari krisis moneter 1997/1998. (Deliarnov, 2006).
XI.6 PERAN BANK DUNIA DAN IMF DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA.
1. Peranan World Bank Dalam Perekonomian Indonesia
Selama rentang waktu tiga puluh tahun (tahun 1967-1998) dukungan pendanaan yang telah diberikan oleh Bank Dunia mencapai lebih dari US$ 25 miliar. Porsi terbesar dari pembiayaan tersebut disedot oleh pembangunan infrastruktur yakni sebesar 40 %.Sektor pertanian mencapai porsi 19 %, sektor pembangunan perkotaan , air bersih dan sanitasi pencapai 10 %.(Subiyanto dan Riphat, editor, 2004 : 351)
Pada Dekade 1980-an, Bank Dunia mengawali program bantuan untuk merestrukturisasi sektor keuangan, sejalan upaya pemerintah melakukan deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan selama kurun waktu 1990 - 1998 perhatian Bank Dunia tersedot pada masalah lingkungan hidup. Prasyarat lingkungan hidup dijadikan prasyarat dalam memberikan pinjaman pada Indonesia. Misalnya pinjaman pada sektor pertanian dikaitkan dengan penghutanan kembali (reforestration) yang memang sangat penting untuk dilakukan. Bahkan munculnya UU Lingkungan Hidup dan terbentuknya Bapedal juga tidak lepas dari dukungan Bank Dunia.
Perkembangan perekonomian Indonesia sejak Pelaita 1 sampai dengan Pelita VI sangat mengagumkan sehingga Indonesia dianggap sebagai salah salah satu “Asian Miracle”. Stabilitas ekonomi terjaga memungkinkan investor melakukan ekspansi. Bank Dunia terus menindak lanjuti pembiayaan bagi sektor keuangan (tahun fiskal 1993) yang bertujuan untuk memacu liberalisasi sektor keuangan Namun upaya ini gagal karena tidak mencapai hasil yang diharapkan dan membuahkan hasil krisis moneter pada tahun 1997.
Tabel XI.1.
Alokasi Pinjaman Bank Dunia
perSektor (tahun 1969-1998)
Sektor US$ juta
1969-98 %
1969-98 %
1969-79 %
1980-90 %
1990-98
Infrastruktur(migas, telkom, transport) 10,196 40.2 36.9 34.3 46.9
Pertanian
Pendidikan,kesehatan,kependu
dukan,gizi 4,880
3.301 19.2
13.0 34.8
7.3 24.7
11.6 9.5
16.0
Perkotaan, sanitasi &air bersih
Keuangan 2,624
1,818 10.4
7.2 6.1
6.6 6.6
10.4 15.1
4.2
Penyesuaian
Lain-lain 1,200
1,351 4.7
5.3 -
8.3 8.7
3.7 2.2
6.1
Total 25,370 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber : Hutagalung,2004:353
Periode 200-2003 program Bank Dunia terfokus pada penurunan tingkat kemiskinan dengan pendekatan sentralisasi. Tiga tujuan utamanya adalah :1) melanjutkan pemulihan ekonomi; 2) menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab dan tranparan serta 3) menyediakan pelayanan umum yang lebih baik terutama bagi kelompok miskin.
Pada tahun 2003 pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak melanjutkan kerjasama dengan IMF serta menyusun paket Kebijakan Ekonomi Pasca Program IMF yang dikenal dengan “ white paper” untuk membuktikan upaya serius melanjutkan reformasi ekonomi mandiri kendali monitoring pada tangan pemerintah Indonesia. Persoalan ini terkendala dengan masih kuatnya KKN sehingga Bank Dunia menjadikan isu tranparansi dan akuntabilitas menjadi elemen dalam setiap proyeknya.
2. Peranan IMF dalam Stabilitas Perekonomian Indonesia
Pada tahun 1967 Indonesia kembali kerjasama dengan IMF dengan kuota SDR 2 milyar. Sebelumnya juga pernah memberikan pinjaman pada Orde Lama sejumlah US$ 102 juta. Selama tiga dasawarsa dukungan IMF berupa penyediaan fasilitas Stand by Credit (jangka menengah) agar cadangan devisa di BI cukup guna menjaga nilai rupiah. Peran IMF menjadi sangat penting pada saat krisis moneter, yaitu pada saat terjadi kesepakatan antara IMF dengan Indonesia , yaitu berupa Letter of Intent (LOI).
Dengan adanya jaminan IMF serta komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi di berbagai bidang seperti dituangkan dalam LOI, maka skema penjadwalan kembali hutang luar negeri yang jatuh tempo dapat dilakukan melalui skema Paris Club (hutang pemerintah) maupun London Club (hutang pemerintah/BI kepada swasta) Sejumlah US$ 15 miliar pinjaman pokok telah dijadwalkan kembagli pembayarannya melalui Paris Club (US$ 4,2 miliar), Paris Club II (US$ 5,4 miliar) dan Paris Club III(US$ 5,4 miliar). Dengan penjadwalan ini maka tekanan dan beban APBN berkurang.
Secara umum program yang disarankan IMF untuk mengembalikan stabilitas makro-ekonomi dan kepercayaan pasar dapat dibagi menjadi tiga hal, yaitu :
- terwujudnya kerangka makro ekonomi yang kuat
- strategi komprehensif untuk melakukan restrukturisasi sector keuangan
- kebijakan struktural secara umum (termasuk good governance)
Kebijakan makro ekonomi secara umum mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini ditunjukkan dengan membaiknya nilai tukar Rupiah pada Oktober 1998 dan tingkat bunga perbankan mulai menurun. Namun di satu sisi perekonomian mengalami pertumbuhan minus 13 % dan inflasi yang cukup tinggi.
Pada bulan Januari 2000 IMF kembali menyetujui US$ 5 miliar extended fund arrangement (EEF) untuk tiga tahun kedepan dalam rangka mendukung program reformasi ekonomi dan struktural. Programnya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan inflasi, mengurangi hutang hutang publik, mengembangkan pasar modal, reformasi perpajakan, mengurangi subsidi secara bertahap, desentralisasi fiskal, melanjutkan restrukturisasi perbankan dan korporasi, privatisasi dan reformasi diberbagai sektor, serta peningkatan kapasitas kelembagaan dan good governance.
Kemajuan yang cukup strategis dalam penangangan masalah fundamental yang terjadi sejak krisis 1997, mulai berhasil diatasi. Namun sayangnya kemajuan yang berarti tersebut tidak memicu kemajuan di sektor riil. Untuk menggerakkan sektor riil dan memperluas kesempatan kerja diperlukan investasi baru. Ketergantungan Indonesia terhadap IMF memang cukup besar namun hal tersebut dilakukan dalam rangka memulihkan dan menggerakkan perekonomian Indonesia. Namun sejalan dengan amanat MPR untuk segera mengakhiri program IMF, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket kebijakan menjelang dan sesudah berakhirnya program kerja sama dengan IMF yang ditetapkan dengan Inpres No. 5 Tahun 2003.
Dalam rangka mengakhiri kerjasama dengan IMF maka pemerintah telah menyiapkan program pemulihan ekonomi yang pelaksanaanya dilakukan sendiri oleh pemerintah serta memonitor hasilnya. Peran IMF tetap ada dan dituangkan dalam Post Program Monitoring (PPM) yang merupakan proses konsultsi sebagai terjadi pada negara yang baru saja mengakhiri program dengan IMF.
Setelah tidak lagi kerjasama dengan IMF dan dalam rangka melanjutkan reformasi untuk mendayagunakan kemampuan sumber daya ekonomi dalam negeri dan meningkatkan daya tahan ekonomi secara bekelanjutan. Pemerintah Indonesia mengeluarkan paket kebijakan pada tahun 2003 dan 2004 yang berisi tiga sasaran pokok, yaitu :
1. Memelihara dan memantapkan stabilitas ekonomi makro;
2. Melanjutkan restrukturisasi dan reformasi sektor keuangan;
3. Meningkatkan investasi , ekspor dan penciptaan kesempatan kerja.
globalisasi 1
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Pengertian
* 2 Ciri globalisasi
* 3 Teori globalisasi
* 4 Reaksi masyarakat
o 4.1 Gerakan pro-globalisasi
o 4.2 Gerakan antiglobalisasi
* 5 Globalisasi Perekonomian
o 5.1 Kebaikan globalisasi ekonomi
o 5.2 Keburukan globalisasi ekonomi
* 6 Globalisasi kebudayaan
o 6.1 Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* 7 Pranala luar
[sunting] Pengertian
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
* Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
* Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
* Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
* Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
* Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
[sunting] Ciri globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia
* Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
* Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
* Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
* Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
[sunting] Teori globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
* Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
* Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
* Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
* Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
* Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Sejarah globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.]]
[sunting] Reaksi masyarakat
[sunting] Gerakan pro-globalisasi
Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
[sunting] Gerakan antiglobalisasi
Broom icon.svg
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya. [sunting] Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
* Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
* Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio atau pun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
* Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
* Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
* Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia. [sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi
* Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
* Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
* Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
* Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
* Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut. [sunting] Keburukan globalisasi ekonomi
* Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
* Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
* Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
* memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk. [sunting] Globalisasi kebudayaan Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. [sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
* Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
* Berkembangnya turisme dan pariwisata.
* Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
* Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
* Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
[sunting] Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
* Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
* Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
* Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
* Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
* Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.
[sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi
* Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
* Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
* Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
* Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
* Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
[sunting] Keburukan globalisasi ekonomi
* Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
* Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
* Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
* Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
[sunting] Globalisasi kebudayaan
Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
[sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
* Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
* Berkembangnya turisme dan pariwisata.
* Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
* Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
* Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
* Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
* Meningkakan interaksi budaya antarnegara melalui perkembangan media massa
Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Pengertian
* 2 Ciri globalisasi
* 3 Teori globalisasi
* 4 Reaksi masyarakat
o 4.1 Gerakan pro-globalisasi
o 4.2 Gerakan antiglobalisasi
* 5 Globalisasi Perekonomian
o 5.1 Kebaikan globalisasi ekonomi
o 5.2 Keburukan globalisasi ekonomi
* 6 Globalisasi kebudayaan
o 6.1 Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* 7 Pranala luar
[sunting] Pengertian
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
* Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
* Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
* Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
* Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
* Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
[sunting] Ciri globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia.
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia di seluruh dunia
* Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
* Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
* Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
* Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.
[sunting] Teori globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
* Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
* Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
* Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
* Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
* Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Sejarah globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.]]
[sunting] Reaksi masyarakat
[sunting] Gerakan pro-globalisasi
Pendukung globalisasi (sering juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan -- menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
[sunting] Gerakan antiglobalisasi
Broom icon.svg
Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifikasi artikel. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya. [sunting] Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
* Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai atau pun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
* Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio atau pun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
* Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
* Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
* Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia. [sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi
* Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
* Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
* Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
* Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
* Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut. [sunting] Keburukan globalisasi ekonomi
* Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
* Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
* Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
* memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk. [sunting] Globalisasi kebudayaan Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. [sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
* Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
* Berkembangnya turisme dan pariwisata.
* Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
* Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
* Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
[sunting] Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut:
* Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
* Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
* Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
* Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
* Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.
[sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi
* Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan.
* Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah.
* Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri.
* Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
* Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
[sunting] Keburukan globalisasi ekonomi
* Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
* Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Globalisasi&action=edit
* Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
* Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
[sunting] Globalisasi kebudayaan
Sub-kebudayaan Punk, adalah contoh sebuah kebudayaan yang berkembang secara global
Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan.
[sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
* Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
* Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
* Berkembangnya turisme dan pariwisata.
* Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
* Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
* Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
* Persaingan bebas dalam bidang ekonomi
* Meningkakan interaksi budaya antarnegara melalui perkembangan media massa
Langganan:
Postingan (Atom)